Senin, 31 Januari 2011

Drop Box DJP, Inovasi Penyampaian SPT yang Memudahkan Wajib Pajak

Oleh Eko Wiluyo
NPM 0900070014

Bagi masyarakat dan Wajib Pajak khususnya, bulan Januari sampai dengan April 2011 adalah bulan dimana kewajiban konstitusional sebagai warga negara harus ditunaikan. Ya, di bulan-bulan inilah masyarakat yang telah mempunyai NPWP dan memperoleh penghasilan di tahun 2010, diwajibkan oleh Undang-Undang Perpajakan untuk memenuhi kewajibannya yaitu melaporkan penghasilan yang telah diterimanya dan pajak yang telah disetor ke kas negara kepada pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tidak hanya bagi masyarakat dan Wajib Pajak saja, momen awal tahun juga merupakan momen yang penting bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menunjukan komitmennya sebagai institusi pelayanan publik dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat terkait pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan 2010.

Sejak digulirkan 2 tahun lalu tepatnya pada tahun 2009 untuk penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)/ e-SPT Tahunan PPh tahun pajak 2008, layanan penyampaian SPT Tahunan melalui Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box akan kembali diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Pajak di tahun 2011 ini untuk menerima SPT/e-SPT Tahunan PPh tahun pajak 2010. Tahun ini adalah tahun ketiga penyelenggaraan layanan penerimaan SPT Tahunan melalui Drop Box, setelah sukses dua tahun berturut-turut pelaksanaan program serupa. Ketentuan mengenai penerimaan SPT Tahunan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2010 tanggal 12 Januari 2010 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2009 tentang Tatacara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan dan peraturan pelaksanaan lainnya. Penggunaan istilah Drop Box pertama kali dikenalkan pada tahun 2009 sebagai inovasi pelayanan dalam penerimaan SPT/ e-SPT Tahunan disamping sarana pelayanan lain yang sudah ada yaitu penyampaian SPT melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), KP2KP, pos tercatat, jasa ekspedisi, maupun e-Filling. Dalam mekanisme penerimaan SPT/ e-SPT Tahunan, pengertian Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ tempat khusus penerimaan SPT Tahunan (Drop Box) adalah tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima SPT Tahunan/e-SPT Tahunan.

Dalam ketentuan pasal 3 Perdirjen tersebut dijelaskan bahwa :
1)Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan melalui :
a.Secara langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box terdekat;
b.Pos dengan bukti pengiriman surat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar;
c.e-filing melalui ASP.
2)Penyampaian SPT Tahunan/e-SPT Tahunan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan dalam amplop tertutup dengan menulis:
• Nama Wajib Pajak;
• NPWP;
• Tahun Pajak;
• Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
• Nomor Telepon.

Sejak program pelayanan Drop Box ini diluncurkan DJP pada tahun 2009, sambutan positif masyarakat akan pelayanan ini sungguh luar biasa. Antusiasme masyarakat dalam menyampaikan SPT-nya pun terlihat diberbagai pusat-pusat perbelanjaan, pusat bisnis, maupun tempat lainnya dimana layanan Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box ini dibuka. Dengan adanya layanan Drop Box ini, tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan oleh Wajib Pajak pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini sesuai dengan tujuan diadakannya program penerimaan SPT Tahunan melalui Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box yaitu meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak terkait dengan penyampaian SPT Tahunan. Ini merupakan terobosan/ inovasi yang dilakukan DJP dalam meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak.

Dan untuk tahun 2011 ini, Direktorat Jenderal Pajak beserta jajarannya akan kembali melaksanakan program penerimaan SPT/ e-SPT Tahunan melalui Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box. Drop Box DJP tahun 2011 akan dibuka di Kantor Pelayanan Pajak, KP2KP, pusat-pusat perbelanjaan, pusat bisnis, maupun tempat lainnya. Untuk jadwal pelayanan dan lokasi pelaksanaan akan ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dengan diadakannya kembali sistem pelayanan Drop Box ini, diharapkan masyarakat/ Wajib Pajak yang tidak sempat untuk menyampaikan SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat mereka terdaftar, tidak mempunya cukup waktu untuk mengirimkan SPT Tahunan melalui pos/ kurir, dapat menyampaikan SPT Tahunan melalui Drop Box terdekat. Wajib Pajak juga dapat menyampaikan SPT Tahunannya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), KP2KP, dimanapun mereka berada tanpa memperhatikan tempat mereka terdaftar. Sebagai contoh Wajib Pajak yang bekerja di Jakarta tetapi terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Pratama Purworejo, dapat menyampaikan SPT Tahunan di Jakarta, baik melalui Kantor Pelayanan Pajak terdekat dimana mereka bekerja maupun melalui Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box yang dibuka di pusat-pusat perbelanjaan/keramaian, pusat bisnis, atau tempat lainnya.

Jenis pelayanan SPT Tahunan yang dapat disampaikan melalui Drop Box DJP adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (1770SS, 1770S, dan 1770) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771$) termasuk SPT Tahunan Pembetulan. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan melalui Drop Box akan menerima tanda terima penyampaian SPT. Tanda terima ini berbeda dengan Bukti Penerimaan Surat (BPS) tetapi mempunyai fungsi yang sama sebagai bukti penerimaan yang sah sepanjang SPT telah diterima lengkap. Dan, hal itu tertera di bagian bawah tanda terima Drop Box yang diterima oleh Wajib Pajak. Dalam pelaksanaan kewajiban penyampaian SPT Tahunan melalui Drop Box, masyarakat/ Wajib Pajak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.Bahwa SPT Tahunan tidak lagi dikirim ke alamat Wajib Pajak. Mulai tahun 2010, Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak, KP2KP, Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau mengunduh sendiri melalui website DJP : www.pajak.go.id atau mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.
2.SPT Tahunan yang akan dilaporkan harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap. Kelengkapan yang harus dilampirkan dalam SPT Tahunan adalah Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-3 untuk SPT Tahunan dengan status kurang bayar, Bukti Potong Pajak Penghasilan dari Bendahara (1721 A1 untuk pegawai swasta dan 1721 A2 untuk PNS/ Anggota TNI/ Polri). Jangan lupa juga untuk menandatangani SPT Tahunan, karena SPT yang tidak ditandatangani dianggap sebagai SPT Tahunan yang tidak lengkap.
3.Kemudian masukkan SPT Tahunan ke dalam amplop tertutup. Jangan lupa Tuliskan Nama Wajib Pajak, NPWP, Tahun Pajak, Status SPT (Lebih Bayar/ Kurang Bayar/ Nihil), dan Nomor Telepon/ HP. Pastikan bahwa alamat dan nomor telepon yang dicantumkan adalah benar, sehingga jika sewaktu-waktu ditemukan kekurangan kelengkapan SPT, akan memudahkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam mengkonfirmasi Anda.
4.Agar melaporkan SPT Tahunan jauh hari sebelum mendekati batas waktu akhir penyampaian SPT Tahunan. Batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2010 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah 31 Maret 2011 (3 bulan setelah akhir tahun pajak). Sedangkan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2010 untuk Wajib Pajak Badan adalah 30 April 2011 (4 bulan setelah akhir tahun pajak).
5.Sampaikan SPT Tahunan yang telah diisi lengkap dan dimasukkan dalam amplop tertutup kepada petugas penerima SPT Tahunan melalui Drop Box. Mintalah tanda terima dari petugas penerima SPT. Tanda terima Drop Box inilah bukti sah yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tersebut telah melaporkan SPT Tahunan melalui layanan Drop Box. Kemudian simpan tanda terima SPT tersebut sebagai bukti penyampaian SPT Tahunan.
6.Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar akan meneliti kelengkapan SPT Tahunan yang telah anda disampaikan melalui Drop Box.
Jika setelah diteliti ternyata ada kekurangan kelengkapan SPT Tahunan yang telah disampaikan, maka Kantor Pelayanan Pajak akan mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan kepada Anda. Jika surat ini tidak ditanggapi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat tersebut, SPT Tahunan yang telah Anda sampaikan dianggap tidak disampaikan. Oleh karena itu, segera penuhi kelengkapan yang diminta oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menunjukkan tanda terima Drop Box yang telah diterima ketika melaporkan SPT Tahunan, dan lengkapi permintaan kelengkapan data yang belum lengkap.

Dengan adanya inovasi pelayanan SPT Tahunan melalui Pojok Pajak/ Mobil Pajak/ Drop Box ini diharapkan dapat membantu masyarakat/ Wajib Pajak dalam memperoleh informasi terkait kewajiban perpajakan dan mempermudah masyarakat/ Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menunaikan kewajiban sebagai warga negara yang baik dengan membayar pajak sebagai cermin kepedulian terhadap pembangunan bangsa dan negara. Selamat melaksanakan kewajiban perpajakan Anda! Pajak Anda, membangun bangsa!

Selasa, 25 Januari 2011

Pengawasan Terhadap Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan pada Tempat Pembayaran Elektronik

Oleh : Ade M Setiawan
Kegiatan pengawasan pemindahbukuan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Tempat Pembayaran Elektronik (TP Elektronik) dapat memberikan gambaran tentang alur laporan pembayaran PBB yang dibayarkan wajib pajak mulai dari TP Elektronik hingga sampai di KPP Pratama sehingga diharapkan TP Elektronik yaitu Bank/Kantor Pos penerima pembayaran PBB dari wajib pajak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.
Kegiatan Pengawasan terhadap TP Elektronik dimulai ketika wajib pajak melakukan pembayaran PBB, kemudian TP Elektronik melakukan pemindahbukuan hasil Penerimaan PBB ke Bank/Pos Persepsi Elektronik yang kemudian dipindahbukukan lagi ke Bank Operasional III. TP Elektronik juga mengirimkan laporan ke Kantor Pusat DJP u.p. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan yang kemudian dikirimkan ke Direktur Teknologi Informasi Perpajakan untuk di-upload pada intranet Direktorat Jenderal Pajak. KPP Pratama dapat memulai kegiatan pengawasan dengan cara mencocokan data yang didapat dari Intranet DJP dengan data Modul Penerimaan Negara (MPN) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Bank/Pos Persepsi elektronik atau Bank Operasional III. Apabila penerimaan PBB di TP Elektronik terlambat atau tidak dipindahbukukan ke Bank/Pos Persepsi Elektronik sesuai waktu yang ditentukan maka KPP Pratama harus segera melaporkan kepada Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan. Berdasarkan laporan KPP Pratama kemudian Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan melakukan penelitian dan melakukan konfirmasi ke TP Elektronik, apabila berdasarkan hasil penelitian ditemukan kesalahan TP Elektronik maka Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan atas nama Direktur Jenderal Pajak mengenakan sanksi administrasi dan surat peringatan tertulis, dan apabila TP elektronik tersebut telah diberikan surat peringatan sampai dengan 3 (tiga) kali dan tidak diindahkan maka akan dilakukan pencabutan sebagai TP Elektronik.
Permasalahan terjadi ketika laporan yang diterima KPP Pratama dari Intranet DJP berbeda dengan Modul Penerimaan Negara ataupun Laporan Bank Operasional III yang seharusnya sama karena bersumber pada pembayaran wajib pajak, hal ini dikarenakan melibatkan berbagai instansi yang berbeda fungsi satu dengan yang lainnya. Dengan dilakukannya pengawasan yang terus menerus secara berkesinambungan diharapkan penerimaan negara dari sektor PBB dapat tercapai dengan baik dan Pengenaan Sanksi administrasi pada TP Elektronik juga dapat meningkatkan penerimaan negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pajak dan Zakat

Suwardi

Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial, zakat untuk kepentingan yang diatur agama atau Allah SWT sedangkan pajak digunakan untuk kepentingan yang diatur negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari konsep negara sedangkan zakat lahir dari konsep islam. Perbedaan penerapan kedua pungutan ini menjadi problematik ketika dalam hal tertentu terdapat persamaan yaitu keduanya mempunyai kedudukan sama-sama wajib ditunaikan oleh masyarakat. Pajak dipaksa Hukum Negara, sedangkan Zakat dipaksa Hukum Tuhan dan bisa juga dikuatkan dengan Hukuman Negara jika dilegislasi (UU atau PERDA).
Lalu muncullah pertanyaan apa sebenarnya kedudukan pajak itu sama dengan kedudukan zakat? Dan apa perbedaanya???
Zakat memiliki arti dan hikmah sebagai berikut:
1.Zakat adalah ibadah menyangkut kekayaan yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi;
2.Zakat merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pengikat batin antara golongan kaya dan miskin;
3.Zakat dapat memberantas penyakit iri hati, rasa benci, dan dengki dari diri orang-orang miskin di sekitar mereka yang mewah;
4.Zakat dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan islam yang berdiri atas prinsip-prinsip persatuan, persamaan derajat, ang tanggung jawab bersama.
Pajak adalah yang berhubungan dengan kewajiban warga Negara yang menjadi institusi publik yang dibentuk dan diberi wewenang untuk mengelola kepentingan Negara atau kepentingan publik. Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui Undang-undang yang harus disetujui parlemen atau DPR.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang boleh dikurangkan dari Penghasilan Bruto sesuai dengan pasal 1 ayat (1) berbunyi:
Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:
a.Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
b.Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Sedangkan di pasal 2 menyebutkan bahwa “Apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib TIDAK dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.”
Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak pemeluk agama Islam membayar zakat bukan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah maka zakat yang dibayarkan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Demikian juga berlaku bagi Wajib Pajak selain pemeluk agama Islam.
Hal ini juga sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak nomor SE-80/PJ/2010 tanggal 23 Juli 2010 tentang Perlakuan Zakat dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Di dalam SE-80/PJ/2010 disebutkan bahwa “Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas Penghasilan Kena Pajak, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah sebagai penerima zakat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
Contoh penghitungan PPh bagi karyawan yang membayar zakat
Abdul Kadir pada tahun 2010 bekerja pada perusahaan PT Khatulistiwa Abadi dengan memperoleh gaji setahun Rp 30.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 1.200.000,00 setahun. Abdul Kadir menikah tetapi belum mempunyai anak. PPh Pasal 21 terutang dipotong oleh PT Khatulistiwa Abadi (sesuai formulir 1721 A1) untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Penghasilan Bruto
Gaji 30.000.000
Pengurang
a.Biaya Jabatan 5 % x 30.000.000 1.500.000
b.Iuran Pensiun 1.200.000
Jumlah Pengurang 2.700.000
Pengahasilan Neto 27.300.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
a.Wajib Pajak sendiri 15.840.000
b.Status Kawin 1.320.000
Jumlah PTKP 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak 10.140.000
PPh Pasal 21 terutang
5 % x 10.140.000 507.000
Pada tahun 2010, Abdul Kadir tidak memiliki penghasilan lain selain penghasilan diatas. Sebagai seorang muslim yang taat, Abdul Kadir membayar zakat profesi kepada BAZNAZ dengan jumlah Rp 750.000 (2,5% x 30.000.000)
Maka untuk penghitungan PPh terutang serta pajak yang kurang atau lebih bayar dalam SPT Tahunan Abdul Kadir tahun 2010 apabila pada tahun 2010 Abdul Kadir menghendaki zakat yang telah dibayarkan dapat dikurangkan adalah sebagai berikut:
Penghasilan Neto dari pekerjaan (sesuai form 1721 A1) 27.300.000
Zakat atas penghasilan (2,5% X 27.300.000) 682.500
Penghasilan Neto setelah zakat atas penghasilan 26.617.500
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
c.Wajib Pajak sendiri 15.840.000
d.Status Kawin 1.320.000
Jumlah PTKP 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak 9.457.500
PPh Pasal 21 terutang
5 % x 9.457.500 472.850
Kredit Pajak: PPh Pasal 21 (sesuai form 1721 A1) 507.000
PPh Lebih Bayar (34.150)
Kelebihan bayar sebesar Rp 34.150,- bisa direstitusi oleh Abdul Kadir melalui mekanisme pengembalian pendahauluan berdasarkan Pasal 17D KUP tanpa perlu melalui proses pemeriksaan.

e-Filling, Pelaporan SPT Online dan Real Time

Nama : Ari Arfian Prasetya
NPM : 0900070007



E-Filing adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan yang dilakukan melalui sistem online dan real time.
Penggunaan e-filling diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2008 Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (E-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Application Service Provider (ASP) yang dimaksud adalah Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik ke DJP. ASP yang telah ditunjuk DJP sampai saat ini adalah:
1.http://www.pajakku.com
2.http://www.laporpajak.com
3.http://www.layananpajak.com
4.http://www.spt.co.id

Tata Cara Penyampaian SPT secara e-Filling:
1)Wajib Pajak harus memiliki Electronic Filing Identification Number (e-FIN) terlebih dahulu. e-FIN dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan surat permohonan Wajib Pajak (format surat permohonan dapat dilihat pada Lampiran I Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2008).

2)Setelah mendapatkan e-FIN, Wajib Pajak harus mendaftarkan diri melalui website pada satu atau beberapa Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

3)Setelah mendaftarkan diri melalui website ASP, Wajib Pajak akan memperoleh Digital Certificate (DC) dari Direktorat Jenderal Pajak melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dimana Wajib Pajak mendaftarkan diri. Digital Certificate (DC) seterusnya akan digunakan sebagai alat yang berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak dalam setiap proses penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik (e-Filing) melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) ke Direktorat Jenderal Pajak.

4)Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) akan mengirimkan tata cara pelaksanaan e-Filing, aplikasi dan petunjuk penggunaan e-SPT dan e-SPTy, dan informasi lainnya kepada Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri melalui ASP.

5)e-SPT dan e-SPTy yang telah diisi dan dilengkapi sesuai dengan ketentuan serta dibubuhi tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital disampaikan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Tanda Tangan Elektronik atau Tanda Tangan Digital adalah suatu informasi elektronik yang di generate oleh Sistem Direktorat Jenderal Pajak.

6)Dalam hal SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan menunjukkan adanya kewajiban pembayaran pajak, Wajib Pajak wajib mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada e-SPT dan e-SPTy sebagai bukti pembayaran yang telah divalidasi.

7)Apabila e-SPT dan e-SPTy dinyatakan lengkap oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka kepada Wajib Pajak akan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.

8)Wajib Pajak wajib menyampaikan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak dapat disampaikan secara elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung atau melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, (kecuali SSP lembar 3 yang dibayarkan melalui Bank Persepsi dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara sudah dicantumkan dalam e-SPT dan/atau e-SPTy) dengan surat pengantar (format surat pengantar dapat dilihat pada Lampiran II Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2008) paling lama:
a)14 (empat belas) hari sejak batas terakhir pelaporan SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dalam hal SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan sebelum batas akhir penyampaian.
b)14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik dalam hal SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan setelah lewat batas akhir penyampaian.

9)Apabila kewajiban menyampaikan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam e-SPT dan e-SPTy sebagaimana disampaikan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, tanggal penerimaan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam e-SPT dan e-SPTy adalah tanggal yang tercantum pada bukti pengiriman surat.

10)Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan Keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam e-SPT dan e-SPTy dalam jangka waktu tersebut di atas, Wajib Pajak dianggap tidak menyampaikan SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

11)Apabila Wajib Pajak telah memenuhi semua prosedur diatas, maka SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap telah diterima dan tanggal penerimaan SPT sesuai dengan tanggal yang tercantum pada Bukti Penerimaan Elektronik.

Keuntungan dari Penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik (e-Filing) antara lain:

1)Dapat dilakukan kapanpun dimanapun selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Bagian Barat.

2)SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu Penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

3)Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan beserta lampirannya yang disampaikan secara elektronik dijamin kerahasiaannya, diterima di Direktorat Jenderal Pajak secara lengkap dan real time serta diakui oleh pihak Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak.

Penghindaran Pajak vs Penggelapan pajak

Nama : Herwin Wesly Edson
NPM : 0900070034


catatan :
Artikel ringan ini semula ditulis untuk keperluan internal kantor salah satu kolega saya untuk menjelaskan kenapa sih bagian finance, acctg, pajak itu ribet banget mensyaratkan berbagai dokumen dalam setiap pengeluaran biaya promosi, marketing, entertainment dan sejenisnya. Masalah administratif bikin repot aja.. heheheh. Di setiap perusahaan pasti sering terjadi gap komunikasi antar departemen. misalnya marketing vs finance, marketing vs tax, finance vs tax, HR vs marketing dst karena benturan berbagai kepentingan dan sudut pandang. Diposting di blog dengan sedikit editing dan menghilangkan bagian penutup.
Penghindaran Pajak vs Penggelapan pajak
Pengantar
Konon, di dunia ini tidak ada sesuatu yang pasti selain pajak dan kematian. Kita hidup pasti membayar pajak dan juga pasti mati. Nyaris tidak ada tempat di dunia ini yang bebas dari pajak, kecuali kita tinggal di daerah terpencil dan tidak berhubungan dengan dunia luar sama sekali. Sejak bayi lahir ke dunia ini, mulai menggunakan berbagai barang kebutuhan hidup sehari-hari (pakaian, susu, makanan dll) semua terkena pajak. Pada saat orang tua membelanjakan uangnya untuk keperluan calon buah hati tercinta, saat itu pula kita sudah membayar pajak.
Bagi perusahaan, negara adalah “pemegang saham utama” dengan porsi sebesar 30% (tarif pajak yang berlaku). Sebelum laba dibagikan kepada para pemegang saham/owner, perusahaan terlebih dahulu diwajibkan untuk membayar 30% ke kas negara sebagai kewajiban pajak.
Bagi karyawan, demikian pula. Sebelum gaji dibayarkan kepada karyawan, sebelum kita bisa membelanjakan gaji yang kita peroleh, pada dasarnya pajak yang terutang (PPh 21) sudah harus dipotong dan disetorkan ke negara.
Pajak adalah beban bagi perusahaan
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini.
Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
Transaksi export fiktif,
Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol namun tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.
Bagaimana cara menghindari Pajak
Seperti halnya dengan menghindari jalan tol (memilih jalan biasa) agar terhindar dari kewajiban membayar karcis tol, cara yang paling mudah dan legal untuk menghindari pajak adalah dengan cara menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, misalnya dengan tidak memperoleh penghasilan. Namun tentu saja pilihan ini tidak mungkin untuk dipilih. Tentu kita tidak mau khan hanya demi menghindari pembayaran pajak, lantas kita tidak mau memperoleh penghasilan?
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole- yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :
Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendah
Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan,
Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah.
Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar
Bagaimana pajak perusahaan dihitung
Pada dasarnya kewajiban pajak perusahaan dihitung berdasarkan laba bersih yang diperoleh selama satu periode (satu tahun pajak). Laba bersih perusahaan dihitung berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan.
sebagai gambaran, laporan laba rugi yang disusun oleh perusahaan :
Uraian
Jumlah (Rp)
Penjualan
10.000.000
Harga Pokok Penjualan
6.000.000
Laba Bruto
4.000.000
Biaya Operasional :

- Biaya Pemasaran (Promosi, sponsorship dll)
1.000.000
- Biaya Gaji karyawan
900.000
- Biaya Operasional lainnya
1.500.000
Sub total Biaya Operasional
3.400.000


Laba Bersih
600.000
PPh terutang – 30%
180.000
Laba Bersih setelah Pajak
420.000

Ditjen Pajak Rumuskan Standar Audit Wajib Pajak

Tugas brevet Pajak
Nama : Gilang Barata
NPM : 0900070035


January 18th, 2011
Jakarta (ANTARA News) – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melangsungkan kesepakatan dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai perumusan standar dan prosedur terkait dengan insentif yang akan diberikan kepada Wajib Pajak (WP).
“Insentif itu akan diberikan kepada Wajib Pajak yang laporan keuangannya diaudit oleh kantor akuntan publik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian, sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan laporan oleh petugas pajak dan penyelesaian restitusi menjadi lebih cepat,” ujar Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak Robert Pakpahan di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan inisiatif tersebut akan diberlakukan untuk menghilangkan kelemahan dalam proses pemeriksaan yang biasanya mengundang keberatan dari Wajib Pajak, terutama dari kemungkinan kelebihan pembayaran restitusi.
“Beban pemeriksaan tinggi karena ada requirment UU bahwa permintaan restitusi lebih bayar wajib diperiksa, sehingga timbul inisiatif antara stakeholder dengan Kemenkeu untuk melakukan kerjasana dengan IAPI,” ujar Robert.
Menurut dia, kesepakatan ini akan mengurangi beban Ditjen Pajak dan memberi kesempatan bagi IAPI untuk berkontribusi dalam mengamankan penerimaan negara.
“Apalagi tingkat pemeriksaan kita akan semakin mengecil, karena pertumbuhan WP lebih besar dari pertumbuhan Sumber Daya Manusia kita,” ujarnya.
Ketua IAPI Tia Adityasih menjelaskan kesepakatan ini akan dimulai dengan proses pembuatan rumusan standar dan prosedur dengan Ditjen Pajak enam bulan mendatang.
Apabila prosedur telah terbentuk, kesepakatan ini akan mulai efektif berjalan menunggu persetujuan Menteri Keuangan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Kesepakatan ini untuk mencari suatu skema akuntan publik dapat meningkatkan kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban. Ada batas waktu enam bulan bagi masing-masing untuk menyelesaikan tanggung jawabnya,” ujarnya.
Ia mengatakan nantinya para WP yang diperiksa merupakan WP yang berbadan hukum namun teknis pelaksanaan akan menunggu prosedur dan standar yang akan segera disepakati.
“Kita membuat aturan bagaimana akuntan publik betul-betul mengikuti aturan, kadang terhadap laporan keuangan komersil, dibutuhkan aturan-aturan perpajakan dan tidak mudah apalagi kami sudah diberikan kepercayaan untuk memberikan laporan opini Wajar Tanpa Pengecualian,” ujar Tia.
Secara keseluruhan, kesepakatan bersama ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi akuntan publik dalam rangka melakukan audit untuk penyusunan laporan keuangan fiskal Wajib Pajak, sehingga opini yang dikeluarkan oleh kantor Akuntan Publik tersebut sudah dapat mencerminkan tingkat keselarasan dengan aturan perpajakan.
Saat ini opini yang dikeluarkan oleh kantor Akuntan Publik hanyalah opini yang terkait dengan audit umum atas laporan keuangan komersial WP, belum ada opini khusus atas laporan keuangan fiskal.

ATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH

T


Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009
PMK- 72/PMK.03/2010
PER-31/PJ/2010
PER-63/PJ/2010
SE - 144/PJ/2010


Sesuai Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud diatas dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Tata cara pengembalian kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010. Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah maka atas permohonannya tidak dilakukan pemeriksaan melainkan diproses melalui penelitian.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2010 tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha menginginkan untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah untuk setiap tempat kegiatan usahanya, maka harus mengajukan permohonan pada setiap Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, kecuali Pengusaha Kena Pajak yang telah melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang. Permohonan tersebut diajukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum dimulainya Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak.





Permohonan Penetapan PKP resiko rendah harus dilampiri dengan :
a.keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Laporan Bulanan Kepemilikan Saham Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b.keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Akta Pendirian dan perubahannya, bagi perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; atau
c.Surat Pernyataan bahwa nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri dan Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.

Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menggunakan :
a)Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak dengan cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau
b)Surat Permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak. Permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan dalam 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak sebagaimana dimaksud pada butir 5 dilakukan penelitian atas :
a)kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
b) kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
c) kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
d) kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pajak, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.

SKPPKP tersebut diatas tidak diterbitkan dalam hal:
a)hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
b) hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar;
c) lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap; dan/atau
d) pembayaran pajak tidak benar.

Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan maka:
a. kepada Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah diberikan pemberitahuan secara tertulis dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
b. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Bila dibandingkan dengan ketentuan permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku sebelum ketentuan ini yaitu PER-48/PJ/2008 dimana jangka waktu permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai adalah 12 sejak permohonan diterima kecuali untuk PKP patuh jangka waktunya 1 bulan maka Permohonan melalui PKP berisiko rendah ini merupakan langkah nyata dari Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pelayanan prima kepada wajib pajak.


Disusun Oleh :
Nama : Joko Subagiyo
NPM : 09000700 21