Selasa, 29 Desember 2009

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pada tangal 15 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Dibandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terdapat beberapa perubahan yang tercantum di dalamnya. Adapun pokok-pokok perubahan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 diantaranya adalah:

  1. Objek dan Non Objek Pajak
    • Para pengusaha Indonesia yang melakukan kegiatan jasa di luar Daerah Pabean dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud dikenakan tarif 0% (nol persen). Hal ini bertujuan untuk menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing dengan negara lain.
    • Terhadap barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap digololongkan sebagai BKP, tetapi dalam pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan).
  2. Bukan Objek
    • Untuk lebih memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, dicantumkan dalam batang tubuh UU PPN dan PPn BM dari yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    • Terhadap barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara, tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN. Hal ini dimaksudkan agar ketersediaan bahan baku industri di bidang energi dalam negeri tetap terjamin.
    • Barang kebutuhan pokok masyarakat seperti daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN. Hal ini dimaksudkan dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat Indonesia dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau.
    • Terhadap barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama yang telah dikenakan pajak daerah.
    • Terhadap jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.
  3. Pengembalian (Retur) Jasa Kena Pajak (JKP)
    • Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.
  4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    • Batas atas tarif PPn BM dinaikkan dari 75% (tujuh puluh lima persen) menjadi 200% (dua ratus persen). Tarif tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen) akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang kepada pemerintah dalam melaksankan fungsi regulasinya.
  5. Pengkreditan Pajak Masukan
    • Terhadap pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha tersebut ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali. Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.
  6. Restitusi PPN
    • .Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke masa pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak. Sedangkan terhadap Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan di kemudian hari apabila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP.
  7. Deemed Pajak Masukan
    • Dalam UU PPN ini diatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu mekanisme penetapan besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan omset maupun kegiatan usaha (sektoral). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.
  8. Pemusatan tempat PPN terutang
    • Terhadap Wajib Pajak yang akan melakukan pemusatan tempat terutang PPN, maka cukup dengan mengirimkan pemberitahunan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
  9. Saat pembuatan Faktur Pajak
    • Dalam UU PPN ini diatur bahwa saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.
    • Adapun batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini mengubah ketentuan dalam UU KUP yaitu paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir.
  10. Fasilitas Perpajakan
    • Dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan penambahan fasilitas, antara lain untuk:
      • perwakilan negara asing/badan-badan internasional;
      • impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri;
      • listrik dan air;
      • kegiatan penanggulangan bencana alam nasional;
      • menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi;
      • bahan baku kerajinan perak
  11. Restitusi Turis Asing
    • Dalam UU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).
  12. Tanggung Renteng
    • Karena dirasa masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual, maka dalam UU PPN ini diatur mengenai tanggung renteng PPN.
  13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM
    • Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka UU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.

====**====

    Nama : Henry Ardhiantoro

    Kelas : B

    NPM : 0800070049

Tidak ada komentar:

Posting Komentar