Senin, 28 Desember 2009

Ketentuan Perpajakan Atas Uang Pesangon

Rizki Andy Bhara M

0800070025 / Kelas A

Tugas Artikel Perpajakan

Ketentuan Perpajakan Atas Uang Pesangon

Ketentuan Perpajakan Atas Uang Pesangon

Abstrak
Pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh pengusaha dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja. Pesangon yang diterima/ diperoleh karyawan adalah penghasilan yang merupakan obyek PPh Pasal 21. Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon yang menjadi hak karyawan terdapat beberapa cara yang lazim digunakan oleh pengusaha. Perbedaan cara dalam memenuhi kewajiban tersebut akan mempunyai konsekuensi perpajakan yang berbeda.

Keywords : Pesangon; Lembaga Pengelola Dana Pesangon; PPh atas Uang Pesangon

Pendahuluan
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, berdasarkan undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima kepada karyawan.

Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan oleh pengusaha (pemberi kerja). Pada umumnya perusahaan membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan kerja. Namun ada pula perusahaan tidak membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan, tetapi menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang menjadi kewajiban perusahaan. Pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pengelola dana pesangon bisa berupa Lembaga Pengelola Dana Pesangon yang dibentuk oleh perusahaan sendiri, Pengleola dana pesangon bukan bank maupun diserahkan kepada bank.

Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya (termasuk uang pesangon) merupakan obyek Pajak penghasilan. Berdasarkan pasal 21 undang-undang PPh, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar penghasilan tersebut.

Ketentuan perpajakan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua diatur dalam Peraturan Pemerintah No 149 tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000.

Perlakuan Perpajakan atas Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Langsung.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 149 tahun 2000 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan.

Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong adalah sebagai berikut :
No Jumlah Penghasilan Bruto Tarif PPh
1 Rp 0 s/d Rp 25.000.000,- Dikecualikan dari pemotongan PPh
2 Diatas Rp 25.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- 5% (Lima Persen)
3 Diatas Rp 50.000.000,- s/d Rp 100.000.000,- 10% (sepuluh persen)
4 Diatas Rp 100.000.000,- s/d Rp 200.000.000,- 15% (lima belas persen)
5 Diatas Rp 200.000.000 25% (dua puluh lima persen)

Tabel 1 : Tarif PPh pasal 21 final atas Uang Pesangon, Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari Tua/ Jaminan Hari Tua.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 112/KMK.03/2001, yang dimaksud dengan uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian.

Definisi tersebut sejalan dengan keputusan menteri tenaga kerja No KEP-150/Men/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian; yang masih berlaku pada saat penetapan keputusan menteri keuangan No 112/KMK.03/2001 tersebut. Sejak diberlakukannya undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan mengenai pesangon diatur dalam pasal 156.

Sebagai perbandingan, berikut ini penulis sajikan besarnya uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150/Men/2000 dan menurut undang-undang No 13 tahun 2003.



Jenis Pemutusan Hubungan Kerja K-150/2000 UU Ketenagakerjaan

    I Pada Usia Pensiun :
    1. Ada Program Pensiun dan tidak ada iuran pekerja NIH Max (0;2PSNG+PMK+PH- MP)+PH
    2 Ada Program Pensiun dan ada iuran pekerja – Max (0;2PSNG+PMK+PH- MP+IP)+PH
    3 Tidak ada program pensiun 2xPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH

    II Sebelum Usia Pensiun:
    1. Melakukan kesalahan berat PMK + GK PH
    2. Melakukan kesalahan berat/ pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama PSNG + PMK + GK PSNG+PMK+PH
    3. Ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan atau dinyatakan salah oleh pengadilan NIHIL PMK+PH
    4. Mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri PMK + GK PH
    5. Kesalahan pengusaha PSNG + PMK + GK 2XPSNG+PMK+PH
    6.Perorangan – bukan kesalahan pekerja tetapi dapa menerima 2XPSNG + PMK + GK -
    7. Massal – perusahaan tutup karena rugi – force majeur PSNG+PMK+GK PSNG+PMK+PH
    8. Massal – Perusahaan tutup bukan karena rugi, melakukan efisiensi 2XPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
    9. Perubahan status/kepemilikan sebagian/ seluruh / pindah lokasi dengan syarat baru = lama dan pekerja tidak bersedia kerja PSNG+PMK+GK PSNG+PMK+PH
    10. Perubahan status/ kepemilikan sebagian/seluruh / pindah lokasi dan pengusaha tidak mau menerima apapun alasannya 2XPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
    11. Perusahaan pailit Tidak diatur PSNG+PMK+PH
    12. Meninggal dunia 2XPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
    13. Mangkir selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut – PH
    14. Sakit berkepanjangan, cacat karena kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan NIHIL 2XPSNG+2XPMK+PH
    Tabel 2 : Perbandingan Besaran Hak PHK : K-150/2000 dan UU No 13 tahun 2003
    Sumber : Kompas – Bisnis dan Investasi / 25 Maret 2003.


Keterangan :
- PSNG = Pesangon
- PMK = Penghargaan Masa Kerja
- GK = Ganti Kerugian
- PH = Penggantian Hak (Cuti Tahunan, Biaya repatriasi, penggantian
perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15% dari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja
- MP = Manfaat Pensiun
- IP = Himpunan Peserta dan Hasil Pengembaliannya.

Masa Kerja (MK) Uang Pesangon Uang penghargaan Masa Kerja *
MK < 1 1 0
1<=MK<2 2 0
2<=MK<3 3 0
3<=MK<4 4 2
4<=MK<5 5 2
5<=MK<6 6 2
6<=MK<7 7+0 3
7<=MK<8 7+1 3
8<=MK<9 7+2 3
9<=MK<12 7+2 4
12<=MK<15 7+2 5
15<=MK<18 7+2 6
18<=MK<21 7+2 7
21<=MK<24 7+2 8
MK>=24 7+2 10
Tabel 3 :Skala Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
* Kelipatan Upah

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan melakukan pembayaran pesangon yang menjadi kewajibannya secara langsung kepada tenaga kerja, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal 21 (PPh final) yang terutang atas pesangon. Besarnya PPh Pasal 21 dihitung sesuai dengan tarif dalam tabel 1 tersebut diatas.

Atas pembayaran uang pesangon ini perusahaan dapat membebankan sebagai biaya/ pengurang penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang (merupakan deductable expenses).

Apabila perusahaan telah membentuk cadangan untuk dana pesangon sebelum terjadinya pemutusan hubungan kerja, maka atas pembentukan cadangan dana pesangon belum terutang PPh Pasal 21. Selain itu, pembentukan cadangan dana pesangon tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan (merupakan non deductable expenses)

Perlakuan Perpajakan atas uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja.

Dalam menjalankan kewajibannya membayar pesangon kepada tenaga kerja, perusahaan dapat menunjuk pihak lain untuk menanganinya. Pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja, pihak lain yang ditunjuk oleh perusahaan tersebut yang akan melakukan pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang berhak.

Menurut KEP-350/PJ./2001 yang dimaksud pengelola dana pesangon adalah badan yang ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan uang pesangon tersebut kepada karyawan dari pemberi kerja yang bersangkutan pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pengalihan tanggung jawab untuk membayar uang pesangon yang menjadi hak Tenaga kerja kepada pengelola dana pesangon dapat dilakukan oleh perusahaan melalui pembayaran uang pesangon secara sekaligus maupun secara bertahap.

a) Pembayaran Uang Pesangon Dilakukan Secara Sekaligus.

Apabila pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja dilakukan oleh perusahaan secara sekaligus, maka pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon. Dengan demikian pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang atas uang pesangon yang dialihkan pada saat terjadinya pengalihan tanggung jawab pembayaran uang pesangon tersebut.

PPh pasal 21 yang terutang atas pembayaran uang pesangon pada saat terjadinya pengalihan uang pesangon kepada pengelola dana pesangon merupakan PPh 21 Final. Besarnya PPh yang harus dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan) adalah sesuai dengan tariff pada table 1 diatas.

Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang akan diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK terlebih dahulu harus dipotong PPh sebagai berikut :
a. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank, maka dipotong PPh sebesar 15% dari jumlah bruto sebagaimana diatur dalam pasal 23 (1) huruf a Undang-undang PPh.
b. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh sebesar 20% dari jumlah bruto berdasarkan ketentuan pasal 4 (2) Undang-undang PPh dan PP No 131 tahun 2000.

Pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh pasal 21-nya telah dibayar pada saaat pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada badan pengelola dana pesangon tenaga kerja.

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 wajib diberikan oleh pemberi kerja (perusahaan) kepada karyawan pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon. Bukti Pemotongan ini dapat digunakan sebagai bukti bahwa pemotongan pajak telah dilakukan pada saat dana dialihkan sehingga saat membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tidak perlu memotong PPh Pasal 21 lagi.

Dalam hal pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada pihak ketiga dilakukan secara sekaligus, pemberi kerja dapat membebankan uang pesangon tersebut sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena pajak pada saat terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada pengelola dana pesangon.

b) Pembayaran uang pesangon dilakukan secara bertahap
Perlakuan PPh pasal 21 atas uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana pesangon secara bertahap adalah sebagai berikut :
1. Pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemberi kerja tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembentukan uang pesangon tersebut
2. Pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tenaga kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21. PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh pengelola dana pesangon merupakan PPh pasal 21 final. Besarnya PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 149 tahun 2000 dan KMK No.112/KMK.03/2001 (seperti tabel 1 diatas).
3. Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja bersamaan dengan pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan. Atas pembayaran bunga ini terutang PPh sebagai berikut :
• Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank maka dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan
• Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dan PP no 131 tahun 2000.
Dalam hal pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pihak ketiga secara bertahap, meskipun pemotongan PPh Pasal 21 baru dapat dilakukan pada saat pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan, namun pembebanan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi pemberi kerja telah dapat dilakukan pada saat pengalihan tanggung jawab pembayaran uang pesangon tersebut.



Penutup

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan PPh atas pembayaran uang pesangon/tebusan pensiun adalah sebagai berikut :
1) Pesangon merupakan penghasilan bagi karyawan yang dikenakan PPh pasal 21 dan merupakan deductable expense bagi perusahaan.
2) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja adalah pada saat pesangon tersebut terutang/dibayarkan kepada tenaga kerja.
3) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja adalah pada saat pengalihan tanggungjawab pembayaran pesangon kepada pengelola dana pesangon. Pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja, pesangon yang dibayarkan oleh pengelola dana pesangon tidak lagi dikenakan PPh pasal 21.
4) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja secara bertahap adalah pada saat pesangon dibayarkan kepada karyawan.
5) Jika Pengelola dana pesangon bukan bank, bunga tabungan dana pesangon yang diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh pasal 23 dengan tariff 15%
6) Jika Pengelola dana pesangon adalah wajib pajak bank, bunga tabungan dana pesangon yang diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh Pasal 4 (2) dengan tariff 20%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar