Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Serta Pelaksanaan Tindakan Penagihan Dengan Pemblokiran
1. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Tindakan Penagihan Dengan Pemblokiran
Sebelum kita membahas masalah Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, kita perlu tahu definisi dari Pajak. Menurut Prof. DR. H. Rochmat Soemitro dalam buku Asas dan Dasar Perpajakan (Eresco Bandung 1990), Pajak adalah gejala masyarakat. Hal ini berarti bahwa hanya dalam suatu masyarakat sajalah pajak bisa timbul. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang berkumpul untuk tujuan tertentu dalam suatu periode waktu. Kompisisi masyarakat terdiri dari kumpulan individu. Individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang bisa dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Tetapi individu mustahil bisa hidup tanpa adanya suatu masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
Penghasilan negara salah satunya bersumber dari pajak. Dalam melaksanakan pemenuhan penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah Indonesia perlu mengatur payung hukum dari pelaksanaan Penagihan Pajak. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pelaksanaannya bernaung pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Pada intinya undang-undang tersebut bertujuan untuk :
Sebelum Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa terbit, selama ini penagihan pajak dilakukan berdasarkan Undang–undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara. Undang–undang Nomor 19 Tahun 1959 ini dinilai sudah tidak dapat menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan kata lain, Undang–Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.
Pelunasan hutang pajak oleh Wajib Pajak merupakan salah satu tujuan dari pemberlakuan Undang–undang Nomor 19 Tahun 2000 ini. Untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu, terhadap Wajib Pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya (Surat Teguran), maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh jurusita pajak dengan menggunakan surat paksa yang diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh jurusita pajak pusat maupun daerah. Jadi, Surat Paksa dalam proses penagihan tunggakan pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut.
Sedangkan tindakan penagihan dengan pemblokiran merupakan salah satu wujud penyitaan setelah upaya penagihan pajak dengan Surat Paksa belum membuat Penanggung Pajak melunasi pajaknya. Dasar hukum proses ini adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa merupakan aturan pelaksanaan untuk melaksanakan proses ini.
Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai
2. Petunjuk Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Tindakan Penagihan Dengan Pemblokiran
Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa, Direktorat Jenderal Pajak berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus Dan Pelaksanaan Surat Paksa. Dalam ketentuan tersebut, diatur mengenai tata cara melaksanakan proses penagihan mulai dari diterbitkannya surat teguran sampai pada proses lelang. Dalam ketentuan tersebut diatur pula mengenai pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus.
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Wajib Pajak dikenakan penagihan seketika dan sekaligus apabila ditengarai akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e. Terjadi penyitaan atas Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 109/PJ./2007 tanggal 6 Agustus 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa merupakan komponen penting sebagai Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dalam melaksanakan pemblokiran
3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Tindakan Penagihan Dengan Pemblokiran
Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh Pejabat yang berwenang. Seluruh Tahapan tersebut harus dilalui, kecuali apabila akan dilakukan penagihan seketika dan sekaligus. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh Pejabat yang berwenang adalah secara berurutan menerbitkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
- Menerbitkan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
- Menerbitkan Surat Paksa;
- Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
- Menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan;
- Menerbitkan Surat Pencabutan Sita;
- Melakukan Pengumuman Lelang;
- Menerbitkan Surat Penentuan Harga Limit;
- Melaksanakan Pembatalan Lelang.
Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, Jurusita Pajak berwenang melaksanakan penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. Untuk lebih mudahnya, prosedur pelaksanaan tindakan pemblokiran dapat kita lihat dalam bagan di bawah ini.
Prosedur Tindakan Pemblokiran
Pada mulanya Kepala KPP ABC mengajukan permohonan kepada pimpinan bank untuk melakukan pemblokiran rekening Penanggung Pajak dengan menggunakan formulir Pengajuan permohonan pemblokiran rekening Wajib Pajak.
Dalam permohonan pemblokiran tersebut dilampirkan pula salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setelah menerima permohonan pemblokiran rekening Penanggung Pajak, pimpinan bank segera memblokir rekening dimaksud. Kemudian pimpinan bank membuat Berita Acara Pemblokiran Rekening dan menyerahkan tindasannya kepada Kepala KPP ABC. Tindasan Berita Acara tersebut diserahkan juga kepada Penanggung Pajak.
Berita Acara Pemblokiran yang dibuat oleh pimpinan bank menjadi dasar bagi Jurusita Pajak untuk memerintahkan kepada Penanggung Pajak guna memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak. Apabila Penanggung Pajak bersedia memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan dalam rekening, kemudian selanjutnya dilanjutkan dengan pelaksanaan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, para saksi, dan pimpinan bank. Kalau pejabat bank tidak tersedia, bisa juga ditandatangani oleh pejabat bank yang ditunjuk. Jurusita Pajak menyampaikan Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan. Jadi sebelum Jurusita Pajak mendapatkan informasi mengenai jumlah saldo yang tersimpan dalam rekening, maka atas rekening Penanggung Pajak tersebut belum diperkenankan untuk disita.
Dalam praktek kerap kali terjadi Penanggung Pajak tidak bersedia memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan dalam rekening. Kalau hal ini terjadi, maka langkah yang dilakukan oleh Jurusita Pajak adalah membuat Berita Acara Penolakan Pemberian Kuasa oleh Penanggung Pajak yang akan digunakan oleh Kepala KPP ABC untuk mengajukan permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan guna memerintahkan kepada bank untuk memberitahukan jumlah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan dalam rekening Bank tersebut.
Penyampaian permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia tersebut disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak yang ditembuskan kepada Kepala Kanwil di mana KPP ABC bernaung. Surat permohonan tersebut dilampiri konsep Surat Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak di rekening bank tersebut diketahui, maka Jurusita membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, para saksi, dan pimpinan bank.
4. Prosedur Pelaksanaan Pencabutan Pemblokiran
Adakalanya Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan tidak menggunakan harta kekayaannya yang telah disita berdasarkan bukti Surat Setoran Pajak yang telah dicap dan ditandatangani oleh pimpinan bank atau pegawai yang ditunjuk. Kondisi ini memungkinkan pemblokiran rekening Penanggung Pajak dapat dicabut. Untuk lebih mudahnya dapat kita lihat dalam Bagan di bawah ini.
Pencabutan Pemblokiran Rekening Penanggung Pajak
Atas Pelunasan Yang Bersumber Bukan Dari Rekening Terblokir
Perlakuan yang sama (pencabutan pemblokiran) dapat pula diberikan kepada Penanggung Pajak yang telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menggunakan harta kekayaannya yang telah disita/diblokir berdasarkan permohonan dan telah dibubuhi cap dan tanda tangan pimpinan bank atau pegawai yang ditunjuk.
Adapun pelaksanaan pencabutan sita adalah dimulai dengan permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada pimpinan Bank untuk mencabut pemblokiran. Pimpinan Bank kemudian mencabut pemblokiran atas rekening Penanggung Pajak sesuai permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar