Selasa, 29 Desember 2009

UU PPN Baru, Berpotensi Turunkan Penerimaan Negara

UU PPN Baru, Berpotensi Turunkan Penerimaan Negara

Pemerintah mengakui bahwa pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berpotensi menurunkan penerimaan pajak pada APBN 2010. Dampak jangka pendek pelaksanaan undang-undang itu adalah penurunan penerimaan negara yang perlu diwaspadai agar pelaksanaan APBN dapat dikelola secara baik dan bijaksana.
"Upaya penegakan aturan yang konsisten sebagai cara menekan kebocoran dalam pengumpulan hak negara itu akan terus dilakukan secara tegas, konsisten, dan tanpa kompromi," kata Menteri KeuangandiJakarta,Rabu(16/9).
Namun, ia menyadari bahwa perubahan-perubahan dalam UU PPN dan PPnBM sangat diperlukan untuk menciptakan ekonomi yang lebih baik dan kompetitif dalam jangka menengah dan panjang. Menkeu pun tidak menyebutkan secara eksplisit berapa nilai potensi penurunan penerimaanpajakdariPPN.
Menkeu hanya menyebutkan, dengan berlakunya undang-undang pada 1 April 2010 nanti, ada beberapa barang atau jasa yang tidak kena pajak. "Kami masih menghitung lagi, terutama potensi penerimaan PPN dari barang tidak kena pajak, baik barang maupun jasa. Saya belum bisa menyampaikanpadahariini,"ujardia.
Meski terdapat potensi penurunan penerimaan pajak, Menkeu menjelaskan, hal itu tidak akan mengubah target penerimaan pajak yang sudah ditetapkan dalam RAPBN 2010. Mengenai insentif PPN untuk pengembangan industri, Sri Mulyani mengatakan, tidak dikenakan PPN atau pembebasan PPN sudah merupakan insentif dari pengembangan industri itu.
"Kegiatan yang menyangkut kebutuhan pokok untuk kebutuhan masyarakat luas yang tidak dikenakan PPN, itu akan menarik investasi dan kegiatan produksi yang lebih baik," tegas Menkeu.
Ketua Pansus RUU PPN dan PPnBM, Melchias Markus Mekeng menyatakan bahwa dampak pemberlakuan Undang-undang PPN dan PPnBM yang baru, terhadap penerimaan negara tidak akan besar. "Pemberlakuan ini kurang berpengaruh terhadap penerimaan pajak, karena itu pengaruhnya kecil,"


Paripurna DPR

Sebelumnya, rapat paripurna DPR di Jakarta, Rabu, menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (RUU PPN dan PPnBM) menjadi UU. Persetujuan tercapai setelah 10 fraksi di DPR dan pemerintah menyampaikan pendapat akhir terhadap RUU itu dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil KetuaDPR,MuhaiminIskandar.
RUU tersebut merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM. Ketentuan dalam RUU itu, antara lain pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan tersedianya sumber gizi yang harganya terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar, dan buah segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakanPPN.
Selain itu, diatur juga tidak dikenakan pajak berganda terhadap suatu obyek pajak yang sama, maka obyek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN. Obyek pajak dimaksud adalah barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering. RUU ini juga mempertegas jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk perbankansyariahtidakdikenakanPPN.
RUU itu juga mengatur mengenai barang yang dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, seperti miras, tidak lagi sebagai barang mewah, karena lebih tepat dikategorikan sebagai barang kena cukai. Selain itu, diatur juga barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya, tetap sebagai barang kena pajak yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan pedomanpengkreditanpajakmasukan.
Besarnya tarif tertinggi PPnBM disepakati naik, dari 75 persen menjadi 200 persen. Langkah ini untuk memberi ruang kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan regulasi. Dalam RUU itu diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPnBM atas barang bawaan yang dibawa keluar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri atau turis asing dengan syaratnilaiPPNminimalRp500.000.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku wakil pemerintah menyatakan bahwa perubahan ketiga UU itu diharapkan akan lebih memberikan keadilan dan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, kesederhanaan administrasi perpajakan, kepastian hukum, konsistensi dan transparansi, meningkatkan daya saing, serta dapat meningkatkan investasi asing maupun dalam negeri di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar