Rabu, 30 Desember 2009

PPh Pasal 22

NAMA: HASAN MUSTOFA

KELAS/NPM : B/ 0800070048

PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 diidentikkan dengan Pemungutan PPh atau PPh Pungut, padahal dalam kenyataannya lebih banyak aspek pemotongan di dalamnya. PPh Pasal 22 adalah Pemotongan/pemungutan PPh yang tergantung pada badan-badan pemungutnya dan transaksi tertentu, artinya bahwa apabila Anda bertransaksi tertentu dengan Wajib Pajak Badan Pemungut PPh Pasal 22 baru Anda akan terutang PPh Pasal 22. Transaksi tertentu yang dipotong/pungut PPh Pasal 22 ini meliputi:

  • pembelian barang dalam negeri;
  • impor barang dari luar negeri; dan
  • penjualan hasil produksi tertentu di dalam negeri

Pemungut PPh Pasal 22 ini adalah badan-badan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Penunjukan Khusus sebagai Pemungut PPh Pasal 22.


PEMBELIAN BARANG DALAM NEGERI

Pembelian barang dalam negeri yang terutang PPh Pasal 22 adalah pembelian oleh Badan Pemungut yang terdiri:

    • Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah dan BUMN/BUMD yang dananya berasal dari APBN/APBD; dan
    • 10 Badan/BUMN tertentu meliputi: Bank Indonesia (BI), BPPN, BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT.Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, dan PERTAMINA, serta bank-bank BUMN, baik yang dananya berasal dari APBN maupun non APBN;

    dengan tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari Harga Pembelian(tanpa PPN)

    • Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul, PPh Pasal 22 terutang sebesar 0,25% dari Harga Pembelian (tidak termasuk PPN)

PPh Pasal 22 ini dipungut dan disetorkan oleh pemungut pada saat pelaksanaan pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. SSP tersebut ditandatangani oleh Pemungut tetapi nama dan NPWP atas nama WP rekanan, SSP ini berfungsi sebagai sarana kredit Pajak.


IMPOR BARANG LUAR NEGERI

Badan Pemungut untuk transaksi impor ini adalah Ditjen Bea dan Cukai dan Bank Devisa.

Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor akan dipungut PPh Pasal 22 Impor oleh Ditjen Bea dan Cukai, apabila tidak memunyai LKP (Lembar Kebenaran Pemeriksaan) atau menyetor sendiri PPh Pasal 22 impor yang terutang melalui Bank Devisa apabila mempunyai LKP. Pemungutan ini tidak berlaku apabila atas impor tersebut dikecualikan dari pemungutan PPh 22 atau mendapat fasilitas pembebasan.

Besarnya PPh Pasal 22 Impor adalah sebagai berikut:

    • 2,5% x Nilai Impor (bagi importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API))
    • 7,5% x Nilai Impor (bagi importir yang tidak menggunakan API)
    • 7,5% x Nilai Lelang (bagi pemenang hasil lelang impor yang tidak dikuasai)

Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Bea Masuk + Pungutan Pabean lainnya

Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.


PENJUALAN HASIL PRODUKSI TERTENTU DI DALAM NEGERI

    • Pertamina serta badan usaha yang bergerak dalam bidang BBM jenis Premix, Super TT dan gas;
    • Penyalur / agen premium, solar, pelumas, gas, dan minyak tanah dari Pertamina, atau premix dari perusahaan penyedia premix wajib menyetor PPh Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau Perusahaan Penyedia premix tersebut.
    • PPh Final yang terutang = Tarif persentase x nilai penjualan
      Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Swasta
      Premium, Premix, Solar 0,25% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual
      Minyak tanah 0,3% x Harga Jual
      Gas LPJ 0,3% x Harga Jual
      Pelumas 0,3% x Harga Jual
    • Apabila penjualan dilakukan kepada selain SPBU swasta/pertamina maka PPh Pasal 22 terutangnya bersifat tidak final.
    • Industri Semen, Baja, Otomotif, dan Kertas :

      - Industri produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut PPh Pasal 22 pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut.


      - PPh Pasal 22 yang terutang adalah sebagai berikut :

      Pemungut PPh Dasar Hukum PPh Pasal 22
      Tidak Final
      Industri Semen KEP-401/PJ./2001 0,25% x Harga Jual
      Industri Baja KEP-01/PJ/1996 0,30% x Harga Jual
      Industri otomotif KEP-32/PJ./1995 0,45% x Harga Jual
      Industri kertas KEP-69/PJ./1995 0,10% x Harga Jual

WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PPh PASAL 22 DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH

  • Pemungut adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungut wajib memungut PPh pada saat melakukan penjualan
  • Besarnya PPh adalah sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM dan tidak final.

Barang yang tergolong sangat mewah adalah:

a. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 ;

b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 ;

c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2 ;

d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 ;

e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, spart utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.


TIDAK DIKENAKAN PPh PASAL 22

  1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
  2. Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali (dilaksanakan oleh DJBC).
  3. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (tanpa SKB)
  4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos (tanpa SKB)
  5. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk ekspor.
  6. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara / KPKN (tanpa SKB)
  7. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang - barang yang telah diekspor kemudian di impor kembali dalam kualitas yang sama atau barang - barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan pengerjaan dan pengujian yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
  8. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar