Kamis, 07 Januari 2010

PELUANG OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DENGAN PEMBEBASAN FISKAL DAN PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

NAMA : SILVIA RAHMA PUTRI

KLS : A

NPM : 0800070027

TUGAS ARIKEL PERPAJAKAN

Saat ini sedang berkembang wacana pemberlakuan bebas fiskal bagi warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Reaksi pertama atas keluarnya wacana itu adalah pandangan soal bakal anjloknya penerimaan negara dari sisi fiskal. Maklum, dengan mengenakan fiskal Rp 1 juta per orang, pemerintah bisa meraup penerimaan dalam jumlah lumayan untuk menopang APBN.

Namun, pemerintah cerdas dan taktis. Rencana pemberlakuan bebas fiskal itu bukannya tanpa syarat. Sebab, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan mewajibkan warga negara yang bepergian ke luar negeri memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Kebijakan Ditjen Pajak membebaskan biaya fiskal bagi pemilik NPWP diyakini berdampak positif meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah itu merupakan insentif yang akan direspons masyarakat. Kepemilikan NPWP di Indonesia masih sangat rendah, yakni sekitar 6 juta.

Kebijakan Ditjen Pajak tersebut merupakan terobosan karena selama ini banyak orang Indonesia yang ke luar negeri tidak memiliki NPWP, padahal mereka termasuk kelompok ekonomi mampu. Langkah itu juga mempermudah mereka yang berusia di bawah 21 tahun untuk bepergian ke luar negeri karena mereka tidak akan terkena biaya fiskal lagi.

Diyakini. Ditjen Pajak tentu sudah menghitung plus-minus kebijakan itu. Kebijakan tersebut justru akan mendatangkan pemasukan negara yang lebih besar. Seperti diketahui, mulai 2009 semua calon penumpang penerbangan atau pelayaran menuju luar negeri akan dibebaskan dari kewajiban membayar biaya fiskal jika menunjukkan bukti kepemilikan NPWP.

Kebijakan itu diterapkan karena pemerintah dan DPR ingin mendorong penduduk Indonesia untuk memiliki NPWP sehingga jumlah pembayar pajak di dalam negeri akan semakin banyak.


Saat ini semua penumpang pesawat terbang atau pelayaran internasional yang berangkat dari bandara udara internasional di Indonesia wajib membayar biaya fiskal Rp I juta per orang. Itu merupakan salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak bagi pemerintah.

Dengan adanya keputusan tersebut, semua penumpang berusia 21 tahun ke atas wajib membayar fiskal kecuali yang bersangkutan bisa menunjukkan NPWP-nya.

Jika ada anak atau istri yang hendak bepergian ke luar negeri, mereka bisa bebas fiskal asal menunjukkan NPWP ayah atau suaminya. Hal itu dimungkinkan karena Indonesia menganut prinsip satu NPWP dalam satu keluarga.

Dengan asumsi terdapat 10 persen saja warga negara Indonesia yang kerap bepergian ke luar negeri, berani terdapat sekitar 22 juta warga negara yang berpotensi menjadi wajib pajak dan oleh karenanya wajib memiliki NPWP. Ketika pada saat ini baru terdapat sekitar 6 juta wajib pajak, tentu potensi penerimaan negara dari para wajib baru akan semakin meningkat.

Bertambahnya jumlah wajib pajakdengan NPWP baru bakal mendongkrak penerimaan negara secara signifikan. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu repot-repot lagi mencari sumber penerimaan lain seperti utang luar negeri atau utang domestik.

Layanan Lebih Baik

Peningkatan penerimaan negara dari wajib pajak bakal mendorong pemerintah memberikan layanan lebih baik kepada warga pembayar pajak yang patuh.

Program-program pembangunan di bidang infrastruktur, seperti jalan tol, jalan raya, kelistrikan, rumah saku.gedung sekolah, pasar tradisional, dan tempat-tempat pelayanan umum lain, juga bisa digenjot.

Alhasil, kegiatan belanja pemerintah akan meningkat sehingga bisa mendorong roda perekonomian. Maraknya program pembangunan atas beban negara memberikan bukti nyata kepada para wajib pajak bahwa pajak yang mereka bayarkan benar-benar dikelola dengan efisien dan efektif untuk menunjang pelayanan publik.

Perbaikan layanan publik serta infrastruktur yang semakin baik akan menjadi faktor utama penarik investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Skenario seperti itu sudah terbukti berhasil di negara-negara yang menerapkan standar pajak yang sifatnya investor friendly seperti di Denmark, Swiss. Norwegia, dan Austria.

Menjadi masuk akal bila negara-negara tersebut memiliki infrastruktur yang sangat baik sehingga mampu mengundang masuk investor asing dan turis mancanegara. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu negara eksotis yang layak dikunjungi turis asing karena kelak memiliki infrastruktur yang baik, nilai-nilai seni budaya yang tinggi, dan daerah-daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan masing-masing.

Kembali ke soal pembebasan fiskal dan kewajiban memiliki NPWP, kini pilihannya terpulang kembali kepada warga negara yang kerap melakukan perjalanan ke luar negeri. Mereka bebas memilih antara membayar fiskal tanpa harus memiliki NPWP atau tidak membayar fiskal namun memiliki NPWP.

Lebih Bermanfaat

Secara rasional, memiliki NPWP jauh bermanfaat dan patut dilakukan daripada tidak memiliki NPWP. Hal yang sama juga berlaku bagi warga negara Indonesia yang tidak pernah atau jarang melakukan perjalanan ke luar negeri. Hingga sekarang, mungkin mereka tidak pernah ke luar negeri, tapi siapa tahu pada waktu-waktu mendatang mereka kerap melakukan perjalanan ke luar negeri baik* atas nama pribadi, keluarga, maupun kedinasan.

Bahkan, memiliki NPWP tetaplah lebih bijaksana ketimbang tidak memiliki sama sekali. Apalagi kelak pemerintah mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi warga negara Indonesia yang hendak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, bukan hanya kegiatan perjalanan ke luar negeri

PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Seperti diketahui, Undang-undang No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Undang-undang KUP) telah disahkan pada 19 Juni 2007, yang berlaku mulai 2008. Undang-undang tersebut merupakan perubahan ketiga atas UU No.6/1983.

UU No.28/2007 memberikan semacam insentif dalam rangka meningkatkan kepatuhan dengan cara mendorong wajib pajak orang pribadi untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dalam 2008.

Sebagai pelaksana UU itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.03/ 2008 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A.

Peraturan Menteri Keuangan tersebut berisi dua hal pokok, pertama memberi kesempatan kepada orang pribadi untuk mendaftarkan diri dan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007 dan sebelumnya.

Kedua, mendorong wajib pajak badan dan orang pribadi untuk lebih patuh dengan memberikan insentif berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga bagi mereka yang melakukan pembetulan SPT untuk 2007 dan sebelumnya.

Sanksi administrasi merupakan denda atas keterlambatan pelunasan pajak, termasuk keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29. Dalam rangka untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak diberikan perlakuan khusus yaitu mereka yang secara sukarela melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, yang menyebabkan PPh kurang bayar maka dengan ketentuan ini sanksi administrasi berupa denda tidak ditagih.

Wajib pajak orang pribadi yang diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam rangka mendaftarkan diri secara sukarela dan memasukkan SPT untuk 2007 dan sebelumnya, harus memenuhi persyaratan:

  • Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008;
  • Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
  • Menyampaikan SPT Tahunan 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, paling lambat 31 Maret 2009; dan
  • Melunasi seluruh pajak kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian SPT Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c, sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

· Data dan informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tersebut di atas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya.

Terhadap SPT WP orang pribadi sebagai kelanjutan dari pendaftaran sukarela tersebut tidak akan dilakukan pemeriksaan kecuali:

  • Terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tersebut tidak benar; atau
  • SPT Tahunan PPh menyatakan lebih bayar atau rugi.

· Pembetulan SPT

Wajib pajak yang dicakup dalam rangka pemberian insentif berupa penghapusan sanksi administrasi sebagai akibat dari melakukan pembetulan SPT adalah wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:

Telah memiliki NPWP sebelum 1 Januari 2008;

Terhadap SPT PPh yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak;

Terhadap SPT Tahunan PPh yang dibetulkan belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak belum menyampaikan SPHP;

Telah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, tetapi pemeriksaan bukti permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan;

Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;

  • Menyampaikan SPT Tahun pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat 31 Desember 2008;
  • Melunasi seluruh pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian SPT PPh sebagaimana dimaksud .

Dalam hal wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT PPh yang sedang dilakukan pemeriksaan tetapi SPHP belum disampaikan maka pemeriksaan dihentikan kecuali untuk pemeriksaan SPT atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar, atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.

Ketentuan ini juga berlaku bagi SPT PPh yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan, tetapi atas SPT jenis pajak lainnya untuk periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan. Terhadap SPT yang dibetulkan berdasarkan ketentuan tersebut di atas tidak akan dilakukan pemeriksaan kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan SPT PPh tersebut tidak benar. Apabila terhadap pembetulan SPT dilakukan pemeriksaan karena terdapat data yang menunjukkan pembetulannya tidak benar, Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atas seluruh kewajiban perpajakannya.

· Pelaksanaan dari ketentuan tersebut akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar