Selasa, 05 Januari 2010

Penetapan Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah PT TELKOM Indonesia Tbk (PER -64/PJ/2009)

Oleh : Dwi Wibowo
Kelas: A
NPM : 080007005




Direktorat Jenderal Pajak Mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER -64/PJ/2009) tentang Penetapan Jumlah dan Saat Terutang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk, Hal tersebut untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.011/2009 tentang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk. Tahun Anggaran 2009, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Jumlah dan Saat Terutang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk. Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 17 Desember 2009.

Telkom adalah PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk. yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Telekomunikasi Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Telkom Mendapat hak eksklusif Republik Indonesia hanya kepada Telkom untuk menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi tetap Sambungan Lokal hingga tahun 2010 dan Sambungan Langsung Jarak Jauh hingga tahun 2005. Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom adalah percepatan berakhirnya Hak Eksklusif Telkom, yaitu pada bulan Agustus 2002 untuk jaringan dan jasa telekomunikasi tetap Sambungan Lokal dan bulan Agustus 2003 untuk Sambungan Langsung Jarak Jauh.

Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom adalah kompensasi sebesar Rp478.000.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh delapan miliar rupiah) setelah pajak (net of tax) yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada Telkom sehubungan dengan Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom dalam jangka waktu maksimal selama 5 (lima) tahun dimulai sejak tahun 2005.

Penghasilan berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom yang harus dibayarkan Pemerintah kepada Telkom merupakan Objek Pajak, diakui dan terutang pada saat penghasilan tersebut telah diterima seluruhnya, dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang PPh dihitung dengan metode gross up.

Penghasilan berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom yang harus dibayarkan Pemerintah kepada Telkom berlaku sepanjang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah dan dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran diakuinya sebagai penghasilan.

Menurut Vice President Public and Marketing Communication PT Telkom Tbk Eddy Kurnia,Telkom dinilai memenuhi persyaratan untuk mendapatkan insentif tersebut. "Dilihat dari saham publik Telkom sekitar 48% dan dimiliki banyak pihak, kalau memang sesuai regulasi, mungkin Telkom akan mendapat insentif tersebut," ungkap dia. Selain itu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) merekomendasikan 79 perusahaan terbuka (emiten) memperoleh insentif pemotongan pajak penghasilan (PPh). Insentif berupa pemotongan tarif pajak sebesar 5% dari tarif normal yang berlaku atas PPh wajib pajak badan saatini28%.KetuaBapepam-LK Fuad Rahmany mengatakan, meski keputusan akhir insentif ada di Direktorat Jenderal Pajak, seleksi rekomendasi dilakukan oleh Bapepam-LK. "Sudah ditetapkan 79 perusahaan yang mendapatkannya.Kami akan mengirimkan suratnya ke Ditjen Pajak," kata Fuad di Jakarta baru-baru ini. Menurut Fuad, ke-79 emiten ini telah diverifikasi oleh Badan Administrasi Efek (BAE) yang merupakan biro pelaksana PP No 81/2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk PerseroanTerbuka. Syarat untuk menerima insentif mi adalah emiten atau perusahaan go public yang jumlah kepemilikan saham publiknya minimal 40% dimiliki minimal 300 pihak, baik lembaga atau individu. (Seputar Indonesia).

Menurut saya pribadi sebaiknya pemerintah tidak memberikan insentif kepada perusahaan perusahaan terebut karena bisa mengurangi penerimaan Negara dari sector pajak, apalagi hingga tanggal 30 Desember 2009 lalu, penerimaan pajak baru mencapi 92% dari target yang dibebankan pemerintah kepada DitJend Pajak. Akan tetapi insentif tersebut juga perlu diberikan karena Potongan pajak dapat mengurangi biaya penawaran saham perdana di masing-masing perseroan sehingga akan semakin banyak emiten di pasar modal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar