Perlakuan Perpajakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia
Oleh : Kusumo Adi
A. Pengertian Bentuk Usaha Tetap.
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia yang dimasksud dengan Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
- tempat kedudukan manajemen;
- cabang perusahaan;
- kantor perwakilan;
- gedung kantor;
- pabrik;
- bengkel;
- gudang;
- ruang untuk promosi dan penjualan;
- pertambangan dan penggalian sumber alam;
- wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
- perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
- proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
- pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
- orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
- agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
- komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
B. Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap
Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap termasuk dalam subjek pajak luar negeri, namun kewajiban perpajakan Bentuk Usaha Tetap tidak jauh berbeda dengan kewajiban perpajakan wajib pajak badan dalam negeri. Bentuk Usaha Tetap yang berkedudukan di Indonesia wajib memiliki NPWP sebagai identitas perpajakan dan juga wajib dikukuhkan sebagai PKP jika Bentuk Usaha Tetap tersebut melakukan pemungutan PPN.
Setelah memiliki NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, Bentuk Usaha Tetap berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri. Bentuk Usaha Tetap wajib menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perbedaan mendasar dalam perlakuian PPh antara Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT terletak pada :
- Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri.
- Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menjadi objek pajak BUT dan biaya yang boleh dikurangkan bagi BUT yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh.
Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
- penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;
- penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
- penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana disebut diatas boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap :
- biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
- pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah :
1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
2) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
- pembayaran sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
- Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurang pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Bagaimanakah perlakuan perpajakan atas laba usaha dari BUT sesuai ketentuan UU PPh – Fungsi Budgeter ataukah Fungsi regulerend, manakah yang tepat
BalasHapus