Oleh : M. Taufik Umar.
Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Penerimaan dari sektor pajak menjadi sumber pembiayaan utama negara karena keterbatasan sumber-sumber pembiayaan lainnya. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, perubahan mendasar telah dilakukan pada sistem pemungutan pajak di Indonesia. Sebelum tahun 1984 Indonesia menerapkan sistem official assessment, yang ternyata memiliki kelemahan-kelemahan. Sejak awal tahun 1984, Indonesia menganut sistem pemungutan pajak self assessment yang memberikan kepercayaan sebesarbesarnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung jumlah pajaknya, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak terutang kepada negara.
Sebagaimana layaknya suatu kepercayaan, sistem self assessment memiliki risiko bawaan, yaitu risiko penyalahgunaan kepercayaan dengan cara penghindaran pajak. Penghindaran pajak dapat berupa penggelapan sebagian atau seluruh pajak yang seharusnya terutang kepada negara. Risiko ini timbul akibat ciri yang melekat pada pajak, yaitu tidak adanya imbalan langsung bagi pembayarnya, yang dapat menyebabkan timbulnya keengganan untuk membayar pajak. Oleh karena itu, suatu mekanisme pengawasan atas sistem self assessment dibutuhkan agar tercapai hasil yang diharapkan.
Pemeriksaan adalah mekanisme pengawasan yang digunakan dalam sistem perpajakan Indonesia. Pemeriksaan ditujukan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya apakah telah sesuai dengan peraturanperaturan perpajakan yang berlaku. Hal ini senada dengan pasal 29 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagai berikut: “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Pemeriksaan pajak yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak, Pemeriksaan juga berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan penerimaan jika hasil akhirnya adalah ketetapan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan seringkali menimbulkan keluhan dari Wajib Pajak yang diperiksa. Wajib Pajak sering merasa pemeriksa terlalu sewenang–wenang dalam melaksanakan pemeriksaan. Wajib Pajak banyak mengeluhkan ketidakadilan, karena sebagian Wajib Pajak merasa lebih sering diperiksa dibandingkan Wajib Pajak lainnya. Wajib Pajak juga mengeluhkan prosedur pemeriksaan yang berbelit-belit dan hanya mencari-cari kesalahan, seakan-akan tidak diberi kepercayaan. Hal ini dapat diakibatkan perencanaan pemeriksaan yang tidak baik, sistem pengawasan pemeriksaan yang tidak berjalan dengan baik.
Adapun sebaliknya bagi pemeriksa itu sendiri kadang banyak juga ditemui Wajib Pajak yang tidak memiliki indikasi yang baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga sulit sekali bagi pemeriksa untuk hanya menemui Wajib Pajak ataupun meminjam dokumen – dokumen guna mendukung lancarnya pemeriksaan.
Idealnya antara pemeriksa dan Wajib Pajak sepatutnya tidak membina hubungan harmonis sehubungan dengan pemeriksaan, sehingga pemeriksaan bisa berjalan sesuai prosedur dan tata cara yang berlaku, Alasan lainnya ialah mengurangi budaya praktik – praktik liar antara Wajib Pajak dengan Petugas Pajak yang mencegah terjadinya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Modernisasi ternyata merupakan angin segar bagi jajaran Departemen Keuangan khususnya Departemen Perpajakan, karena adanya modernisasi tentunya menutup peluang terjadinya praktik – praktik liar ketika proses pemeriksaan dan sejenisnya. Hal ini senada dengan yang diucapkan ibu Menteri Keuangan kita ”Tolong hormati dan taati aturan oleh semua pihak. Perbaikan akan terus saya lakukan meski tidak selalu mudah. Kami tidak akan menyerah karena reformasi harus berhasil untuk martabat bangsa kita sendiri,” ujar Menkeu.
Pelaksana pemeriksaan pajak harus memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 545/KMK.04/2000, salah satunya diantaranya bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Maka moralitas para petugas pajak tentunya harus bisa menjadi contoh bagi birokrasi lainya.
Sebagai suatu kesimpulan kecil bahwa pemeriksaan sebenarnya merupakan tolak ukur kepercayaan antara kedua belah pihak baik pemeriksa maupun wajib pajak, karena satu sama lain mempunyai andil yang sama dalam mendukung birokrasi di Indonesia menjadi lebih tertib, teratur dan transparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar