Pemerintah telah mengubah aturan fiskal luar negeri, dan akan dihapus kemudian, reaksi mengenai kebijakan ini adalah pandangan soal bakal anjloknya penerimaan negara dari sisi fiskal. Maklum, dengan mengenakan fiskal Rp 1 juta per orang, pemerintah bisa meraup penerimaan dalam jumlah lumayan untuk menopang APBN.
Penghapusan tersebut bukannya tanpa syarat tetapi pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan mewajibkan warga negara yang bepergian ke luar negeri memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Kebijakan Ditjen Pajak membebaskan biaya fiskal bagi pemilik NPWP diyakini berdampak positif meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah itu merupakan insentif yang akan direspons masyarakat. Kepemilikan NPWP di Indonesia masih sangat rendah, yakni sekitar 6 juta.
Kebijakan Ditjen Pajak tersebut merupakan terobosan karena selama ini banyak orang Indonesia yang ke luar negeri tidak memiliki NPWP, padahal mereka termasuk kelompok ekonomi mampu. Langkah itu juga mempermudah mereka yang berusia di bawah 21 tahun untuk bepergian ke luar negeri karena mereka tidak akan terkena biaya fiskal lagi.
Diyakini. Ditjen Pajak tentu sudah menghitung plus-minus kebijakan itu. Kebijakan tersebut justru akan mendatangkan pemasukan negara yang lebih besar. Seperti diketahui, mulai 2009 semua calon penumpang penerbangan atau pelayaran menuju luar negeri akan dibebaskan dari kewajiban membayar biaya fiskal jika menunjukkan bukti kepemilikan NPWP.
Kebijakan itu diterapkan karena pemerintah dan DPR ingin mendorong penduduk Indonesia untuk memiliki NPWP sehingga jumlah pembayar pajak di dalam negeri akan semakin banyak.
Saat ini semua penumpang pesawat terbang atau pelayaran internasional yang berangkat dari bandara udara internasional di Indonesia wajib membayar biaya fiskal Rp I juta per orang. Itu merupakan salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak bagi pemerintah.
Dengan adanya keputusan tersebut, semua penumpang berusia 21 tahun ke atas wajib membayar fiskal kecuali yang bersangkutan bisa menunjukkan NPWP-nya.
Jika ada anak atau istri yang hendak bepergian ke luar negeri, mereka bisa bebas fiskal asal menunjukkan NPWP ayah atau suaminya. Hal itu dimungkinkan karena Indonesia menganut prinsip satu NPWP dalam satu keluarga.
Dengan asumsi terdapat 10 persen saja warga negara Indonesia yang kerap bepergian ke luar negeri, berani terdapat sekitar 22 juta warga negara yang berpotensi menjadi wajib pajak dan oleh karenanya wajib memiliki NPWP. Ketika pada saat ini baru terdapat sekitar 6 juta wajib pajak, tentu potensi penerimaan negara dari para wajib baru akan semakin meningkat.
Bertambahnya jumlah wajib pajakdengan NPWP baru bakal mendongkrak penerimaan negara secara signifikan. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu repot-repot lagi mencari sumber penerimaan lain seperti utang luar negeri atau utang domestik.
Layanan Lebih Baik
Peningkatan penerimaan negara dari wajib pajak bakal mendorong pemerintah memberikan layanan lebih baik kepada warga pembayar pajak yang patuh.
Program-program pembangunan di bidang infrastruktur, seperti jalan tol, jalan raya, kelistrikan, rumah saku.gedung sekolah, pasar tradisional, dan tempat-tempat pelayanan umum lain, juga bisa digenjot.
Alhasil, kegiatan belanja pemerintah akan meningkat sehingga bisa mendorong roda perekonomian. Maraknya program pembangunan atas beban negara memberikan bukti nyata kepada para wajib pajak bahwa pajak yang mereka bayarkan benar-benar dikelola dengan efisien dan efektif untuk menunjang pelayanan publik.
Perbaikan layanan publik serta infrastruktur yang semakin baik akan menjadi faktor utama penarik investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Skenario seperti itu sudah terbukti berhasil di negara-negara yang menerapkan standar pajak yang sifatnya investor friendly seperti di Denmark, Swiss. Norwegia, dan Austria.
Menjadi masuk akal bila negara-negara tersebut memiliki infrastruktur yang sangat baik sehingga mampu mengundang masuk investor asing dan turis mancanegara. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu negara eksotis yang layak dikunjungi turis asing karena kelak memiliki infrastruktur yang baik, nilai-nilai seni budaya yang tinggi, dan daerah-daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan masing-masing.
Kembali ke soal pembebasan fiskal dan kewajiban memiliki NPWP, kini pilihannya terpulang kembali kepada warga negara yang kerap melakukan perjalanan ke luar negeri. Mereka bebas memilih antara membayar fiskal tanpa harus memiliki NPWP atau tidak membayar fiskal namun memiliki NPWP.
Lebih Bermanfaat
Secara rasional, memiliki NPWP jauh bermanfaat dan patut dilakukan daripada tidak memiliki NPWP. Hal yang sama juga berlaku bagi warga negara Indonesia yang tidak pernah atau jarang melakukan perjalanan ke luar negeri. Hingga sekarang, mungkin mereka tidak pernah ke luar negeri, tapi siapa tahu pada waktu-waktu mendatang mereka kerap melakukan perjalanan ke luar negeri baik* atas nama pribadi, keluarga, maupun kedinasan.
Bahkan, memiliki NPWP tetaplah lebih bijaksana ketimbang tidak memiliki sama sekali. Apalagi kelak pemerintah mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi warga negara Indonesia yang hendak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, bukan hanya kegiatan perjalanan ke luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar