Senin, 04 Januari 2010

Tata Cara Penerapan dan Pencegahan Penyalahgunaan Tax Treaty (P3B)

Tata Cara Penerapan dan Pencegahan Penyalahgunaan Tax Treaty (P3B)

Nama : Audi Pratama Tarigan

NPM : 0800070039

Kelas : B

Absen : 7

Tata Cara Penerapan dan Pencegahan Penyalahgunaan Tax Treaty (P3B)



Berdasarkan Pasal 32A Undang-Undang PPh diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Untuk memberi kepastian hukum dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B atau Tax Treaty) maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penetapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, tanggal 5 November 2009 yang diralat tanggal 15 Desember 2009 (ralat mengenai bentuk SKD) dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2010. Berikut akan disampaikan hal-hal yang diatur dalam PER - 61/PJ/2009.

Subjek Pajak

Wajib Pajak luar negeri selanjutnya disebut WPLN adalah Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, baik orang pribadi maupun badan, yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B atau Tax Treaty)

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

Pemotong/Pemungut Pajak

Pemotong/Pemungut Pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai ketentuan yang berlaku.

Kewajiban Pemotong/Pemungut Pajak

  • Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.
  • Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa.

Persyaratan Pemotongan PPh dapat Menggunakan P3B ( Tax Treaty)

Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :

  1. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
  2. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan
  3. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.

Dalam hal ketentuan di atas tidak terpenuhi, Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.

Persyaratan administratif untuk menerapkan P3B adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :

  1. menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
  3. telah ditandatangani oleh WPLN;
  4. telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B, dan
  5. disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.

Surat Keterangan Domisili

  • Surat Keterangan Domisili yang selanjutnya disebut SKD adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN, serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B.
  • Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form – DGT 1) atau Lampiran III (Form – DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  • Dokumen SKD yang ditetapkan dalam Lampiran III (Form – DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal :

    1. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen; atau
    2. WPLN bank.

  • Lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra P3B tidak perlu menyampaikan SKD.
  • SKD yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form – DGT 1) yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B.
  • Formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III (Form – DGT 2) yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) digunakan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal SKD tersebut disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang dari negara mitra P3B dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan.

Restitusi Pajak yang Tidak Seharusnya Terutang

WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pajak yang tidak seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal manfaat P3B tidak diberikan akibat persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak terpenuhi, tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Bukti Potong

  • Bukti pemotongan/pemungutan pajak wajib dibuat oleh Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku.
  • Dalam hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong atau dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak.


Penelitian SKD

  • Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus melakukan penelitian kebenaran pelaporan atas jumlah pajak yang dipotong dan melakukan perekaman SKD dan bukti pemotongan/pemungutan yang dilaporkan oleh Pemotong/Pemungut Pajak.
  • Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus melakukan penelitian mengenai ada atau tidaknya bentuk usaha tetap dari WPLN yang berada di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
  • Dalam hal terdapat indikasi bahwa WPLN menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap dan belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan Kantor Pelayanan Pajak tempat bentuk usaha tetap seharusnya terdaftar untuk dikirimi Surat Himbauan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Adapun penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ini selalu saja terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaannya. Maka dari itu, untuk memberi kepastian hukum dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Dirjen Pajak telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER – 62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Penyalahgunaan P3B

P3B tidak diterapkan dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B, meskipun penerima penghasilan telah sesuai dengan ketentuan.

Penyalahgunaan P3B dimaksud dapat terjadi dalam hal :

  1. transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan menggunakan struktur/skema sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B;
  2. transaksi dengan struktur/skema yang format hukumnya (legal form) berbeda dengan substansi ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B; atau
  3. penerima penghasilan bukan merupakan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (beneficial owner).

Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah penerima penghasilan yang:

  1. bertindak tidak sebagai Agen;
  2. bertindak tidak sebagai Nominee; dan
  3. bukan Perusahaan Conduit.

Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B yang tidak dianggap melakukan penyalahgunaan P3B :

  1. Individu yang bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee;
  2. lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra P3B;
  3. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN bertindak tidak sebagai Agen atau sebagai Nominee;
  4. perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan secara teratur;
  5. bank; atau
  6. perusahaan yang memenuhi persyaratan:
    1) pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan
    2) kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
    3) perusahaan mempunyai pegawai; dan
    4) mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
    5) penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya;dan
    6) tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti: bunga, royalti, atau imbalan lainnya.



Agen

Agen (agent) adalah orang atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain.

Nominee

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Nominee adalah orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu harta dan/atau penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan.

Perusahaan conduit

Perusahaan conduit adalah suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima langsung.


Kustodian

Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B :

  1. Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B dan wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; dan
  2. WPLN yang melakukan penyalahgunaan P3B tidak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak yang tidak seharusnya terutang.

Dalam hal terdapat perbedaan antara format hukum (legal form) suatu struktur/skema dengan substansi ekonomisnya (economic substance), maka perlakuan perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya (substance over form).

Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure)

Dalam hal WPLN dikenakan pajak tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, WPLN dapat meminta pejabat yang berwenang di negaranya untuk melakukan penyelesaian melalui prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar