Selasa, 18 Januari 2011

Ketentuan Pajak Bagi Perempuan

Ketentuan Pajak Bagi Perempuan


Berdasarkan pada Pasal 8 UU PPh, secara garis besar pengenaan PPh terhadap perempuan dibagi menjadi tiga kelompok.

1.Perempuan yang belum pernah menikah dan umurnya di bawah 18 tahun (anak yang belum dewasa).

Kewajiban PPh bagi perempuan yang tergolong sebagai anak yang belum dewasa pada dasarnya mengikuti orang tuanya khususnya sang ayah. Dengan kata lain, penghasilan yang diterima atau diperolehnya digabungkan dengan penghasilan orang tuanya, baru dhitung pajaknya.

2.Perempuan yang belum pernah menikah dan umurnya sudah 18 tahun atau lebih. Pemenuhan kewajiban pajak bagi kelompok ini pada prinsipnya harus diselesaikan dengan NPWP-nya sendiri. Perempuan dengan status inilah tunduk pada aturan pajak secara umum.

Terkait kelompok kedua ini, hak dan kewajiban bagi perempuan yang belum pernah menikah dan umurnya sudah 18 tahun atau lebih adalah sama dengan WP pria. Bila perempuan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, maka perempuan tersebut diwajibkan untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP.

3.Perempuan menikah atau yang sudah pernah menikah. Berbeda dari dua kelompok lainnya, perlakuan PPh terhadap kelompok ketiga ini sangatlah variatif dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi perempuan yang bersangkutan, khususnya bila dikaitkan dengan ada tidaknya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta ada tidaknya penceraian antara suami istri.


Sedangkan perempuan menikah sendiri, dapat dibedakan menjadi :

a.Perempuan menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan penghasilan

Kewajiban perpajakan bagi perempuan menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan penghasilan pada dasarnya menjadi satu dengan kewajiban pajak sang suami. Dengan kata lain, perempuan menikah dalam kategori ini tidak perlu memiliki NPWP sendiri. Kewajiban PPh lainnya pun menjadi tanggungjawab suami sebagai kepala keluarga.Bila sebelum menikah tersebut sudah memiliki NPWP, setelah menikah NPWP tersebut bisa dihapuskan dengan membuat surat permohonan penghapusan NPWP kepada Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar sebagai WP menjadi satu dengan suaminya.

Penggabungan ini tidak perlu dilakukan bila sang istri hanya menerima atau memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

Penghasilan perempuan menikah yang berasal dari satu pemberi kerja telah dipotong PPh Pasal 21 sehingga tidak perlu lagi digabungkan sebagai penghasilan sang suami. Dengan kata lain penghasilan istri tersebut diperlakukan seagai penghasilan yang telah dikenakan PPh Final bagi suaminya.

Namun bila perempuan tersebut ternyata bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan meskipun masing-masing penghasilannya telah dipotong pajak, maka atas penghasilannya itu haruslah digabungkan dengan penghasilan suaminya.a. Jika suami dari perempuan tersebut ternyata belum memiliki NPWP, maka mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001, penghapusan NPWP perempuan tersebut tidak bisa dilakukan. Walau terkesan memberatkan, ketentuan dalam keputusan Dirjen Pajak di atas pada dasarnya sejalan dengan prinsip bahwa keluarga merupakan satu kesatuan ekonomis seperti dijabarkan dalam UU PPh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar