Rabu, 19 Januari 2011

SEKILAS KEBERATAN PAJAK

Aris Setiawan

Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan. Tidak semua hal bisa diajukan keberatan oleh Wajib Pajak. Yang bisa diajukan keberatan antara lain :

· Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

· Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

· Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);

· Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

· Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.

Sebelum petugas pajak menelaah sisi material, keberatan yang diajukan harus memenuhi syarat-syarat formal. Diantaranya :

1) Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar

2) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

3) Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.

4) Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.



Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban perpajakan, permohonan keberatan yang tidak memenuhi ketentuan formal dianggap tidak disampaikan. Yang sering terjadi adalah Wajib Pajak mengesampingkan syarat-syarat administrasi ini, sehingga keberatan secara formal ditolak. Sehingga kerugian bagi Wajib Pajak karena harus mengajukan keberatan ulang.

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.

a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.



Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.



Perubahan ketentuan KUP dalam masalah keberatan cukup essensial. Tarik menarik kepentingan antara kepentingan penerimaan negara dengan kepentingan pengusaha menjadi cerita yang cukup menarik di seputar pembahasan Undang-Undang KUP yang baru.. Beberapa perubahan tersebut saya jelaskan pada paragraf-paragraf berikut.



Jangka Waktu Pengajuan Keberatan.

Dalam KUP yang baru batas waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim SKP. Bandingkan dengan KUP lama di mana jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan sejak tangaal SKP. Jadi yang berubah adalah masalah sejak kapan jangka waktu 3 bulan tersebut dimulai. Perubahan ini termasuk perubahan positif bagi Wajib Pajak karena memiliki jangka waktu yang lebih panjang karena tanggal dikirim biasanya tidak sama dengan tanggal SKP nya. Wajib Pajak juga tidak dirugikan apabila pengiriman SKP tidak segera dilakukan oleh KPP.



Syarat Pelunasan SKPKB

Apabila di KUP lama tidak disyaratkan untuk melunasi SKPKB terlebih dahulu, namun di KUP baru disyaratkan adanya pelunasan SKPKB tetapi hanya sebatas jumlah yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir pemeriksaan (closing conference). Ketentuan ini sebaiknya tidak dipisahkan dengan perubahan dalam proses penagihan pajak di mana jatuh tempo SKPKB yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak tertangguh setelah adanya keputusan Keberatan atau Putusan Banding.



Pengajuan Keberatan Menunda Jatuh Tempo Pembayaran.

Pada KUP lama ada ketentuan pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban pembayaran pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Di KUP baru ketentuan ini dirombak total sesuai dengan aspirasi para pengusaha yang diwakili KADIN. Ketentuan KUP baru hanya mewajibkan Wajib Pajak membayar pajak sesuai jumlah yang disetujuinya dalam pembahasan akhir pemeriksaan. Sementara yang tidak disetujui, kewajiban pembayarannya tertangguh sampai satu bulan sejak keputusan keberatan. Namun apabila Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan maka SKP tersebut Wajib dibayar walau tidak disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan. Dengan demikian, proses penagihan pajak harus menunggu sampai batas 3 bulan jangka waktu pengajuan keberatan dilewati untuk memastikan

Wajib Pajak mengajukan keberatan atau tidak. Jumlah pajak dalam SKPKB yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak tidak termasuk utang pajak apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan sehingga tidak diperhitungkan ketika Wajib Pajak mendapatkan pengembalian pajak. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.



Diterima vs Dikabulkan

Sebenarnya ini hanya perubahan istilah saja dimana jika di KUP lama jenis keputusannya salah satunya “diterima” sekarang diubah menjadi “dikabulkan”. Begitu juga istilah “lewat” diganti menjadi “terlampaui”.



Tatacara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.

Di KUP lama hal ini tidak diatur. Di KUP baru diatur dalam Pasal 26a. Tatacara ini nantinya akan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang akan mengatur tentang antara lain, pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan haknya tersebut, proses keberatan tetap dapat diselesaikan.



Data atau Keterangan Yang Tidak Diberikan Pada Saat Pemeriksaan.

Salah satu ketentuan baru yang cukup bagus adalah tidak dipertimbangkannya data-data atau keterangan yang tidak diberikan ketika proses pemeriksaan berlangsung. Selengkapnya bunyi ketentuannya sebagai berikut : “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.



Demikian sekilas mengenai keberatan pajak. Dalam KUP yang baru banyak sekali perubahan yang lebih menguntungkan wajib pajak. Semoga bisa menjadi awal reformasi perpajakan yang lebih friendly tanpa mengancam penerimaan pajak.
--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar