Rabu, 19 Januari 2011

Penentuan NJOP

Guruh Anjar Sasmita

Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang sangat peka
terhadap perkembangan.Perkembangan yang cukup pesat pada suatu daerah menyebabkan
kenaikan permintaan berbagai properti pada pasar properti.Dengan adanya kenaikan
permintaan tersebut maka harga properti cenderung meningkat.Dengan adanya
perkembangan suatu daerah untuk tujuan tertentu seperti pembangunan daerah industri
ataupun komersial maka secara otomatis harga tanah didaerah tersebut cenderung meningkat.

Secara fisik, tanah dapat didefinisikan sebagai permukaan bumi bersama-sama dengan
tubuh bumi yang berada dibawahnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh
manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajib untuk
menyerahkan sebagian kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui Pajak (Bagian
Umum UU No.12 Tahun 1985 yang diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan).Pajak yang dikenakan bagi mereka yang memperoleh manfaat dari
bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).

Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP).NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan
baru atau Nilai Jual pengganti.NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya,
terutama apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai ekonomis tanah.NJOP ditentukan
berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jual beli, maka dalam pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan
dapat saja NJOP lebih tinggi atau lebih rendah dari transaksi jual beli yang dilakukan masyarakat.
Saat ini hampir seluruh penilaian untuk pengenaan PBB dilakukan secara massal (mass
appraisal) sedangkan penilaian yang dilaksanakan secara individual (individual appraisal)
masih sedikit.Keadaan ini disebabkan kurangnya tenaga dan biaya serta wilayah obyek
pajak yang luas dan besarnya jumlah objek pajak.Penilaian secara massal memiliki
kelemahan, yaitu mengakibatkan kurang akuratnya data dan kurang seragamnya tingkat
penilaian dalam menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).


Permasalahan yang sering muncul selama ini adalah masih banyaknya keluhan dari
masyarakat sebagai wajib pajak berkaitan dengan penetapan PBB.Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
(KP PBB) dianggap tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.Masyarakat (wajib
pajak) menganggap bahwa NJOP yang ditetapkan oleh KP PBB terlalu tinggi dibanding nilai
pasar yang ada sehingga mereka beramai-ramai mengajukan keberatan atas SPPT yang
mereka terima.Persepsi yang berbeda antara wajib pajak dan petugas pajak dalam hal ini
nilai pasar dan NJOP tanah merupakan sumber masalah yang berkembang selama ini.
Data yang dihimpun baik dari PPAT, agen/broker properti, masyarakat maupun media
massa seringkali menunjukkan angka yang berbeda satu sama lain akibat dari perbedaan
kepentingan.Dengan demikian, data pasar yang merupakan acuan dalam analisis Nilai
Indikasi Rata-Rata (NIR) sebagai dasar penetapan NJOP tanah masih belum akurat.Dalam
penentuan NJOP tanah terjadi tarik-menarik antara aturan teknis dengan keyakinan
masyarakat sehingga timbul keraguan dalam menerapkan analisis NJOP tanah sesuai dengan
nilai pasar, menyebabkan terjadinya kesenjangan antar NJOP tanah yang ditetapkan dengan
nilai pasar yang ada

Penentuan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah berbeda dengan nilai pasar yang ada.
Hal ini disebabkan karena NJOP cenderung bersifat statis karena tidak selalu dilakukan
penyesuaian, sedangkan nilai pasar cenderung bersifat dinamis mengikuti perkembangan
yang terjadi setiap saat.Masalah yang mendasar seperti inilah yang sering terjadi di
berbagai tempat, sehingga perlu diteliti tingkat akurasi penetapan NJOP terhadap nilai pasar.

Sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 1, Undang-undang No. 12 tahun 1994
tentang PBB, NJOP ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Adapun mekanisme disebut dengan
analisis Nilai Zona Tanah (ZNT), dimana penilaian objek pajak dilakukan dengan tiga
pendekatan yaitu, pendekatan data pasar (untuk pajak bumi), pendekatan biaya(untuk
data bangunan) dan pendekatan pendapatan (terutama untuk tanah-tanah produktif-
pertanian). Adapun faktor-faktor yang dijadikan acuan untuk NJOP bumi atau tanah
adalah : letak, peruntukan, pamanfaatan tanah, sedangkan untuk NJOP bangunan
adalah bahan bangunan, rekayasa, letak, dan kondisil lingkungan. Data yang
dipergunakan KP PBB untuk harga tanah diperoleh berdasarkan laporan transaksi
jual-beli yang dilakukan oleh notaries yang biasanya diberikan tiap akhir bulan yang
memuat tentang letak tanah yang dijadikan objek jual beli, luas tanah dari harga
tanahnya. Berdasarkan harga tersebut selanjutnya nilai jual tanah atau bumi tersebut
dikelompokkan sesuai klasifikasi NJOP untuk bumi berdasarkan keputusan menteri
keuangan no 174/KMK.04/1993, untuk dilihat berapa ketentuan nilai jualnya.
Sementara itu untuk NJOP untuk bangunan ditentukan dengan pendekatan biaya
yang didasarkan atas harga bahan bangunan yang dipergunakan. Dalam hal ini pada
wajib pajak diminta untuk mengisi formulir rincian data bangunan yang disediakan
oleh KP PBB. Berdasarkan data dalam formulir tersebut selanjutnya untuk penetapan
njopnya dilakukan penilaian berdasarkan daftar biaya komponen bangunan (DBKB)
yang dipergunakan, dimana informasinya diperoleh dari toko-toko bangunan yang
ada. Dari data-data tersebut selanjutnya oleh petugas dari KP PBB diolah dalam
program komputer yang sudah disediakan dari pusat, hingga akan diperoleh NJOP
untuk bangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar