Nama : Fatkhul Iman / 0900070016
PPN Atas PKP Gagal Produksi
Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (2a), (4b), & (6a) UU PPN, PMK-81/PMK.03/2010 tgl 5 April 2010
Dalam Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak yang berstatus PKP wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM atas setiap penyerahan dan perolehan BKP dan/atau JKP.
Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PKP lain atau melakukan ekspor BKP dan/atau JKP, wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN, dalam hal ini dikenal sebagai Faktur Pajak Keluaran (PK). Sedangkan apabila Wajib Pajak sebagai PKP melakukan pembelian/memperoleh BKP dan/atau JKP dari PKP lain atau melakukan impor BKP dan/atau JKP, maka Wajib Pajak tersebut wajib melunasi PPN yang terutang dan kepadanya akan diberikan faktur pajak yang dalam hal dikenal sebagai Faktur Pajak Masukan (PM).
Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama, yang artinya pengeluaran WP untuk membeli BKP dan/atau JKP harus ada hubungannya dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh WP tersebut.
Namun, bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, Pajak Masukan (PM) atas perolehan dan/atau impor barang modal diperkenankan untuk dikreditkan dengan ketentuan PM tersebut bukan atas perolehan BKP selain barang modal dan tidak mengalami gagal produksi sebagaimana dimaksudkan Pasal 9 ayat (6a) UU PPN.
PKP yang mengalami gagal berproduksi wajib membayar kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian. Pengertian Barang Modal sendiri adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. Dalam hal WP masih dalam tahapan investasi dan belum beroperasi, maka WP tidak memilki Pajak Keluaran, oleh karenanya Pajak Masukan yang sudah dibayar pada saat perolehan barang modal akan menjadi lebih bayar. Atas kelebihan pembayaran PPN tersebut WP dapat meminta pengembalian PPN dengan mengajukan restitusi PPN.
Di bawah ini bunyi pasal 9 ayat (2a) dan ayat (6a) :
Pasal 9 ayat (2a)
“Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan”
Pasal 9 (6a)
“Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai”
Alasan mengapa PPN tersebut harus dibayar kembali dinyatakan dalam penjelasan Pasal 9 ayat (6a), yaitu apabila Pengusaha Kena Pajak mengalami keadaan gagal berproduksi, maka tidak ada penyerahan yang terutang pajak (PPN), sehingga tidak ada PPN yang dapat dikreditkan. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya, PPN atas perolehan barang modal yang telah dikembalikan harus dibayar kembali.
Artinya, boleh tidaknya PPN dapat dikreditkan harus dikaitkan dengan ada tidaknya penyerahan yang terutang PPN. Terhadap usulan Pasal 9 ayat (6a) RUU PPN tersebut, tentu pengusaha akan berpikir ulang untuk melakukan investasi yang mempunyai risiko tinggi untuk gagal berproduksi.
Besarnya Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali adalah sebesar Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian. Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali, disetorkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat gagal berproduksi.
Kriteria PKP yang Gagal Produksi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010 Tentang Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi adalah sebagai berikut:
1.Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:
a)penyerahan Barang Kena Pajak;
b)penyerahan Jasa Kena Pajak;
c)ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
d)ekspor Jasa Kena Pajak,
yang berasal dari hasil produksinya sendiri.
2.Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama Pengusaha Kena Pajak selain produsen sebagaimana dimaksud pada huruf a, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:
a)penyerahan Barang Kena Pajak;
b)penyerahan Jasa Kena Pajak;
c)ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
d)ekspor Jasa Kena Pajak.
Bagaimana Cara Pengembaliannya?
Pembayaran kembali Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan keterangan dalam SSP sebagai berikut: “Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian” dan disetorkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat gagal berproduksi.
Sanksi Bunga
Apabila WP Tidak melakukan pembayaran kembali PM yang telah dikreditkan, maka kepadanya akan dikenakan sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 14 Ayat (5) UU KUP dengan cara Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).
Selasa, 18 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar