Asep Rusdiana
Sebagaimana kita tahu, pajak merupakan salah satu pilar utama penopang penerimaan negara dalam APBN yang dimanfaatkan untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemungutan pajak merupakan salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Pada prakteknya kadangkala dapat dijumpai adanya Wajib Pajak yang belum atau tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya, entah karena kurangnya pemahaman terhadap peraturan perpajakan ataupun karena sebab lainnya yang lebih serius. Oleh karenanya, DJP telah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak dengan menyediakan fasilitas Pengawasan dan Konsultasi yang dilakukan demi meningkatkan pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan. Sehingga dengan demikian diharapkan seiring meningkatnya pemahaman Wajib Pajak, maka dapat meningkatkan penerimaan pajak itu sendiri.
Namun pada kenyataannya, masih banyak Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya. Maka dari itu, demi terciptanya penegakan hukum kepada Wajib Pajak yang tidak mau membayar pajak karena sebab lain dapat dilakukan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana tercantum dalam UU No 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat Paksa.
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan, menjual barang yang telah disita, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyanderaan.
Sementara yang dimaksud dengan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai dengan SE-13/PJ.75/1998, jadwal pelaksanaan penagihan pajak dapat dilihat pada tabel berikut:
No.
Jenis Tindakan
Waktu Pelaksanaan
1.
Penerbitan Surat Teguran
setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran
2.
Penerbitan Surat Paksa
Setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran
3.
Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Setelah lewat waktu 2 kali 24 (dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak
4.
Pengumumuman Lelang
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan.
5.
Penjualan/Pelelangan Barang Sitaan
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang
Dalam artikel ini, penulis akan membahas lebih rinci tentang salah satu jenis tindakan penagihan yang dilakukan DJP, yakni proses penyitaan dalam rangka penagihan pajak.
Penyitaan dapat dilakukan terhadap barang bergerak maupun harta tidak bergerak seperti mobil, perhiasan, uang tunai, tanah dan bangunan. Selain barang tersebut di atas, penyitaan juga dapat dilakukan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank seperti deposito berjangka, tabungan, rekening koran/giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Harta yang telah disita ini akan dijadikan jaminan pelunasan utang pajak sekaligus biaya penagihan pajaknya. Jika utang pajak tidak dilunasi, maka terhadap harta yang disita baik yang bergerak maupun tidak begerak akan dilakukan lelang, dan jika harta tersebut merupakan harta kekayaan yang tersimpan pada bank, maka akan dilakukan pemindahbukuan dari rekening Penanggung Pajak ke rekening kas negara. Khusus Penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank, harus didahului dengan Pemblokiran Rekening Penanggung Pajak.
Tata cara pemblokiran rekening sendiri diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagai berikut :
1. Pemblokiran rekening diajukan oleh Pejabat, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan disertai dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
2. Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib melaksanakan pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Kepala KPP.
3. Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk membuat berita acara pemblokiran yang tindasannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta pemblokiran.
4. Sebelum dilakukan penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang diblokir tersebut, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar menggunakan harta yang diblokir tersebut untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Dalam hal ini, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Jurusita Pajak mengajukan permintaan pemindahbukuan dan pencabutan pemblokiran kepada Bank.
Namun bila Penanggung Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana tersebut dalam poin 4 (empat) diatas, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Jurusita Pajak menindaklanjuti pemblokiran rekening tersebut dengan melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan yang tersimpan dalam rekening Penangngung Pajak. Adapun tata cara penyitaan rekening Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan sebagai berikut :
1. Jurusita Pajak setelah menerima Berita Acara Pemblokiran memerintahkan kepada Penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada Bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
2. Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada Bank atau menolak memberikan kuasa, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
3. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan;
4. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk;
5. Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan, Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita. Setelah penyitaan dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pencabutan sita yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Kepala Kantor dan tembusannya disampaikan kepada pimpinan bank yang bersangkutan.
Demikian dapat penulis gambarkan secara umum proses penagihan pajak melalui pemblokiran dan penyitaan rekening Penanggung Pajak. Adapun dalam kenyataannya akan dijumpai banyak hambatan dalam proses ini, seperti adanya Pimpinan Bank yang kurang memahami prosedur pemblokiran ini, dan lain-lain.
Meski mungkin banyak hambatan dalam pelaksanaannya, namun proses penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank ini dirasa lebih efektif dan efisien dibanding dengan penyitaan terhadap harta lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar