Rabu, 19 Januari 2011

KONTRIBUSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN DALAM NEGERI

Nama : Iyan Budiawan
NPM : 0900070019


Dalam periode 2005–2009, penerimaan dalam negeri mengalami pertumbuhan rata-rata 14,4 persen. Beberapa indikator makroekonomi yang berpengaruh pada meningkatnya penerimaan dalam negeri dalam periode tersebut adalah :

1. Tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat, yaitu dari 5,7 persen pada tahun 2005, menjadi 6,0 persen pada tahun 2008, meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2009.
2. Perkembangan ICP yang cenderung meningkat dari USD51,8 per barel pada tahun 2005 hingga mencapai USD96,8 per barel pada tahun 2008, dan USD61,6 per barel pada tahun 2009.
3. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat mengalami depresiasi pada periode tahun 2005–2009. Selain itu, keberhasilan penerapan kebijakan perpajakan dan PNBP juga turut mendorong peningkatan penerimaan dalam negeri.

Memasuki tahun 2010, kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan mampu mencapai pertumbuhan 5,8 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2009 yang hanya mencapai 4,5 persen. Berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut, dan juga didukung oleh tingginya perkiraan ICP yang mencapai USD80 per barel, penerimaan dalam negeri ditargetkan sebesar Rp990,5 triliun dalam APBN-P tahun 2010, terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp743,3 triliun dan PNBP Rp247,2 triliun. Jumlah tersebut berarti 16,9 persen lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya.

Sebagai komponen utama, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen, sedangkan PNBP tumbuh rata-rata 11,5 persen dalam periode 2005-2009. Beberapa faktor utama yang mendukung meningkatnya penerimaan perpajakan adalah terciptanya kondisi fundamental makroekonomi yang cukup stabil dan pelaksanaan kebijakan modernisasi perpajakan, kepabeanan dan cukai.

Dilihat dari sumbernya, penerimaan perpajakan dapat dikategorikan ke dalam penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya, sedangkan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar. Dalam periode 2005–2009, penerimaan pajak dalam negeri mengalami pertumbuhan rata-rata 16,0 persen, sedangkan pajak perdagangan internasional tumbuh rata-rata 5,2 persen.

Selanjutnya, penerimaan perpajakan mampu memberikan kontribusi yang dominan terhadap penerimaan dalam negeri. Dalam tahun 2005, kontribusi penerimaan perpajakan adalah 70,3 persen menjadi 64,3 persen pada tahun 2006, kemudian 69,5 persen pada tahun 2007 menjadi 67,3 persen pada tahun 2008, dan selanjutnya menjadi 73,2 persen pada tahun 2009. Semakin tingginya kontribusi penerimaan perpajakan tersebut menunjukkan bahwa peranan penerimaan perpajakan menjadi sangat strategis sebagai sumber pendanaan pembangunan. Demi mengoptimalkan penerimaan perpajakan, pemerintah telah melakukan langkah-langkah pembaruan serta penyempurnaan administrasi perpajakan (tax policy and administration reform) yang dimulai sejak tahun 2002. langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut dilakukan melalui :


1.Reformasi di bidang administrasi
2.Reformasi di bidang peraturan dan perundang undangan
3.Reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi

Reformasi administrasi perpajakan dilakukan melalui program modernisasi perpajakan yang berlangsung selama periode 2002 hingga 2008. Hasil dari modernisasi perpajakan antara lain terbentuknya 331 kantor pelayanan pajak (KPP) modern. Untuk selanjutnya program reformasi perpajakan jilid II yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen sumber daya manusia serta teknologi informasi dan komunikasi. Program utama dari kegiatan ini dikemas dalam Project for Indonesia Tax Administration Reform (PINTAR), yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, dan melaksanakan good governance melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas Direktorat Jenderal Pajak.

Reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan dilakukan melalui amendemen tiga undang-undang perpajakan, yaitu:
1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-undang;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; dan
3. Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, tarif PPh badan mengalami
penurunan dari 28 persen pada tahun 2009 menjadi 25 persen pada tahun 2010. Selain itu,
pemberian diskon atas tarif PPh badan 5 persen lebih rendah dari tarif normal tetap diberikan kepada perusahaan-perusahaan masuk bursa yang minimal 40 persen sahamnya dikuasai oleh publik.

Reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi dilakukan melalui pembangunan suatu metode pengawasan dan penggalian potensi penerimaan pajak yang terstruktur, terukur, sistematis, standar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode tersebut dikembangkan sejak awal tahun 2007 mencakup kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan membayar pajak (tax compliance), Pemerintah mencanangkan program sunset policy pada tahun 2008, dan diperpanjang hingga Februari 2009. Program sunset policy ini mengatur tentang penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain bertujuan meningkatkan tax compliance, program ini juga dimaksudkan untuk mengakomodasi hasil kegiatan penggalian potensi melalui kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking.

Sementara itu, dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara, Pemerintah telah dan akan tetap melanjutkan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, program ekstensifikasi pada tahun 2010 dilakukan melalui tiga pendekatan utama, yaitu:
1. Pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara Pemerintah dengan sasaran karyawan yang meliputi pemegang saham atau pemilik perusahaan, komisaris, direksi, staf, pekerja serta pegawai negeri sipil dan pejabat Negara.
2. Pendekatan berbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau memiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan, dan perumahan.
3. Pendekatan berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara, notaris, akuntan, dan profesi lainnya.

Sejauh ini kegiatan ekstensifikasi perpajakan dinilai cukup berhasil. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah wajib pajak dari 3,5 juta pada tahun 2005 menjadi 14,1 juta pada April 2010. Sedangkan program intensifikasi atau penggalian potensi perpajakan dari wajib pajak yang telah terdaftar dilaksanakan melalui :

1. Kegiatan mapping dan benchmarking
2. Pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Madya
3. Pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Large Tax Office (LTO) dan Khusus;
4. Pemantapan profil 500 wajib pajak KPP Pratama
5. Pembuatan profil high rise building;
6. Pengawasan intensif dari PPh Pasal 25 retailer
7. Pengawasan intensif wajib pajak orang pribadi potensial.

Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu metode penggalian potensi dan pengawasan penerimaan pajak yang terstruktur, sistematis, terukur, dan saling terkait, yang telah dikembangkan sejak tahun 2007.

Untuk menindaklanjuti program sunset policy, Pemerintah melakukan kegiatan yang menitikberatkan pada law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak. Kegiatan law enforcement dilakukan melalui penagihan, pemeriksaan, dan penyidikan. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dengan membangun komunikasi kepada setiap wajib pajak melalui pendidikan perpajakan (tax education), menjaga hubungan dengan wajib pajak (maintenance), dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Dengan demikian sektor perpajakan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal dalam penerimaan dalam negeri, untuk menyokong pembangunan Negara dan Bangsa Indonesia.



Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN 2011 Bab III

1 komentar: