Selasa, 21 April 2009

ANTARA RAHASIA DAN TRANSPARANSI MENUJU GENGSI

Oleh : Muhammad Mustakim


Privasi. Ya semua orang didunia tentunya memiliki apa yang dinamakan dengan privasi. Suatu sisi kerahasian yang tidak boleh dijangkau ataupun diketahui oleh orang lain. Apakah itu bersifat positif ataupun malah bersifat negative (boleh dibilang aib).walaupun sisi positif biasanya lebih pantas diketahui oleh umum dari pada privasi yang lebih negative.namun kadang kala privasi yang bersifat positifpun harus di dijaga. Misalnya bagaimana cara kita mencapai sesuatu, berapa penghasilan kita, apa keinginan kita dan lain sebagainya. Kita begitu tabu menyebutkan penghasilan kita bahkan beberapa kaum professional menempatkan slip gajinya sebagai surat yang berkategori sangat rahasia.

Privasi atau rahasia seperti itu juga menjelma dalam bisnis salah satu contoh dalam system perpajakan baik di Indonesia maupun perpajakan international. Hampir semua negara pemungut pajak, dalam ketentuan domestiknya mencantumkan pengaturan kerahasian keterangan perpajakan Wajib Pajak. Misalnya seksi 6103 Internal Revenue Code Amerika Serikat dan Pasal 67 Al-gemene wet inzake rijksbelastingen Negeri Belanda.

Dalam buku Tax Law Design and Drafting terbitan Intrernational Monetary Fund 1996 dinyatakan kerahasian perpajakan merupakan salah satu hak dari para pembayar pajak.

Merupakan hak pembayar pajak untuk diberikan perlindungan kerahasian sebesar mungkin oleh administrasi perpajakan (pemerintah) atas segala informasi perpajakan yang diserahkan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Dalam buku Tax Procedure and Tax Fraud terbitan West Publishing Co 1990, Patricia T Morgan, Professor hukum Universitas Georgia, menyatakan sistem pajak self assessment (juga dianut Indonesia) yang mendasarkan pada kepatuhan sukarela, untuk mendorong dan me-ningkatkan kepatuhan perpajakan dari warga masyarakat, pemerintah harus menyakinkan mereka bahwa informasi perpajakan yang di-sampaikan tetap bersifat pribadi.

Surat pemberitahuan pajak (SPT) dan dokumen perpajakan lainnya memuat banyak keterangan. Masyarakat atau pengusaha tentu akan enggan menyampaikan apabila konfidensialitasnya diragukan. Kerahasian ini dapat dibuka dalam hal tertentu.

Pertama, terdapat investigasi kriminal apabila investigator selain penyidik pajak harus mengetahui keterangan dimaksud.

Kedua, diminta oleh pengadilan dalam menyidangkan suatu perkara atau sengketa dan dalam mempida-nakan suatu perkara atau sengketa dan dirasa perlu untuk mengetahui keterangan dimaksud namun untuk kepentingan tertentu.

Ketiga, pihak tertentu lainnya berdasar ketentuan undang-undang, misalnya untuk kepentingan pelaksanaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antarnegara mitra runding.

Ketentuan dalam UU KUP

Dalam Pasal 34 UU KUP disebutkan bahwa setiap pejabat, termasuk tenaga ahli yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak, dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU KUP menyebutkan masalah perpajakan yang dilindungi kerahasiannya tersebut a.l. SPT laporan keuangan dan data lainnya yang dilaporkan wajib pajak, data yang diperoleh dari pemeriksaan (pajak), data atau dokumen dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan dokumen atau rahasia wajib pajak sesuai dengan ketentuan UU.

Mengenai apa-apa yang harus dirahasiakan dalam UU KUP, tersebut apabila banding dengan seksi 6103 (a) Internal Revenue Code nampak lebih longgar. Kalau identitas pembayar pajak yang menurut penjelasan Pasal 34 ayat (2a) dapat diberitahukan kepada lembaga tertentu, hal itu tidak demikian dengan Internal Revenue Code yang tidak boleh mengungkapkan identitas pembayar pajak.

Seperti berlaku atas ketentuan kerahasian pa-da keterangan pada umumnya, Pasal 34 ayat (2a), (3) dan (4) UU KUP juga mengatur pengecualian atau kemungkinan pengungkapan rahasia dimaksud. Secara umum, keterangan perpajakan yang antara lain berupa identitas wajib pajak (misalnya nama, alamat dan NPWP) dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan.

Keterangan tersebut dapat diungkapkan kepada lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang keuangan.

Menurut Kepmenkeu No. 539/KMK.04/ 2000, lembaga negara atau instansi pemerintah dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam keputusan itu disebutkan pejabat dari lembaga dimaksud yang kepadanya dapat diungkapkan keterangan perpajakan/terbatas identitas dan keterangan umum terbatas kepada mereka yang sedang menjalankan tugas sebagaimana surat tugas yang diterima dan ditujukan kepada pejabat Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk.

Selain itu, Menkeu juga dapat memberikan izin kepada pejabat Ditjen Pajak untuk memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dan atau tentang WP. Apa yang dimaksud untuk kepentingan negara?

UU KUP tidak menjelaskan secara konseptual, melainkan ilustratif dengan memberikan contoh misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya.

Secara kasuistis dalam rangka penyidikan, penuntutan atau kerja sama dengan Ditjen Pajak, dengan melalui prosedur izin Menkeu, pihak lain (lembaga negara atau instansi pemerintah) dapat meminta keterangan atau bukti tertulis tentang wajib pajak. Keterangan tersebut mungkin termasuk SPT, laporan keuangan dan lain-lain yang dilaporkan oleh WP.

Tren transparansi di indonesia

Sebagai lembaga pengumpul dana dari masyarakat, sudah seharusnya Ditjen Pajak merahasiakan keterangan perpajakan dari pembayar pajak. Terlebih dalam sistem self assessment dengan pilar kepatuhan sukarela, kerahasiaan perpajakan dapat mendorong wajib pajak untuk menyampaikan keterangan perpajakan secara lengkap dan benar.

Jika keterangan perpajakan itu boleh diberikan kepada siapa saja, tentu pembayar pajak yang rasional tidak mau menyampaikan keterangan perpajakannya apalagi secara lengkap dan benar. Masalahnya pada era transparansi seperti sekarang ini, apakah kerahasiaan perpajakan yang mungkin dianggap terlalu ketat tersebut masih perlu dipertahankan?

Menurut Patricia T. Morgan, kerahasiaan juga dapat menyuburkan penyelewengan dan penyalahgunaan perlindungan oleh beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab. Kerahasiaan dapat disalahgunakan oleh oknum pembayar pajak maupun oknum petugas pajak untuk membungkus penghindaran penyelundupan, pengemplangan, penggangsiran dan penyelewengan pajak lainnya.

Pengungkapan keterangan perpajakan secara bebas, dapat diartikan masyarakat bisa mengawasi kepatuhan membayar pajak dari setiap pembayar pajak. Dia dapat mengawasi kepantasan pembayar pajak tetangganya, temannya, sahabatnya bahkan bosnya. Tetapi dia juga diawasi oleh temannya sendiri. Namun, karena perilaku anggota masyarakat berbeda-beda, penyalahgunaan keterangan perpajakan para pembayar pajak untuk kepentingan pribadi mereka dapat mengganggu ketertiban umum dari masyarakat itu sendiri.

Ketidaktertiban itu dapat menjadi semakin rumit dengan divergensinya secara tajam pemahaman masyarakat terhadap ketentuan perpajakan. Ketertiban umum itu sebetulnya merupakan tujuan dari hukum itu sendiri.

Walaupun UU KUP telah memberi jalan pengungkapan kerahasiaan perpajakan baik "otomatis" secara terbatas maupun demi kepentingan negara dan kepentingan peradilan secara lebih luas lewat izin menkeu (bahkan ada yang didelegasikan kepada Dirjen Pajak), toh merupakan hak yang wajar bahwa ada pihak yang belum puas.

Pelebaran pengungkapan keterangan perpajakan (rahasia pajak), mungkin menurut mereka dapat lebih menguntungkan penerimaan negara dengan beberapa pemikiran, misalnya pengungkapan keterangan perpajakan dapat lebih memberdayakan masyarakat untuk saling mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

Tren transparansi yang berkembang baru-baru ini diharapkan juga berimbas dalam budaya perpajakan kita. Sehingga suatu saat akan terciptalah masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Sadar bukan hanya berarti diam namun bertindak secara sukarela dan patuh menjadi pembayar pajak.budaya ini yang harus dikembangkan kedepannya. Malahan jika boleh berandai andai suatu saat akan dibuat daftar pembayar pajak terbesar dan patuh yang mana para wajib pajak akan berebut untuk masuk dalam daftar tersebut dengan gengsi mencitrakan prestasinya dalam membangun bangsa.anomalinya suatu saat wajib pajak akan sangat malu jjka masuk dalam dalam suatu daftar hitam penunggak pajak terbesar dan tidak patuh.

Namun perlu disadari karena perlindungan kerahasiaan keterangan perpajakan merupakan kelaziman perpajakan dan jiwa dari sistem perpajakan berdasar self assessment dengan pilar kepatuhan sukarela, untuk mengakomodasi kepentingan para pihak yang menginginkan pembukaan kerahasiaan perpajakan harus dicari keseimbangan antara dua kepentingan dimaksud.

Selanjutnya perlu dirumuskan juga tentang keterangan apa saja yang secara terbatas dapat diungkapkan secara "otomatis" dan melalui prosedur perizinan (sebagai katup kerahasiaan) secara lebih luas untuk kepentingan negara dan pengadilan dan kepentingan penegakan hukum baik oleh lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Demikian juga UU perlu memperluas siapa saja yang boleh mengungkapkan keterangan perpajakan. Selain Menkeu, misalnya para petugas pajak untuk kepentingan perpajakan dan Wajib Pajak itu sendiri.

Namun demikian, kepentingan dan hak para pembayar pajak harus tetap mendapat perlindungan walaupun tidak mutlak sambil menunggu kedewasaan dan kesiapan para pihak terhadap semangat transparansi itu sendiri.

Oleh :

Muhammad Mustakim

Sumber : UU Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP dan literatur lainya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar