Senin, 27 April 2009

KEBERATAN DAN BANDING

Nama : Muhammad Arifin

NPM : 0700070046

  1. Keberatan

    Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi rasa kurang atau tidak puas Wajib Pajak atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.

    Keberatan termasuk dalam peradilan administrasi tidak murni atau disebut juga peradilan doleansi. Maksud dari peradilan administrasi pajak tidak murni adalah peradilan dimana pihak yang mengadili, yaitu badan atau pejabat, termasuk sebagai pihak yang bersengketa. Jadi perselisihan Wajib Pajak dan DJP seperti yang tercermin dengan adanya keberatan tersebut diputus sendiri oleh salah satu pihak yang bersengketa yaitu DJP.

    Dengan adanya peraturan mengenai peraturan tersebut berarti Wajib Pajak mempunyai hak untuk menolak pajak yang terutang yang harus dibayar, baik yang dibayar sendiri secara langsung atau melalui pemotongan / pemungutan pihak lain. Keberatan yang diajukan Wajib Pajak adalah atas materi atau atas Dasar Pengenaan Pajak dari Suatu Ketetapan Pajak yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keterangan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain.

    1. Syarat-syarat mengajukan keberatan
    1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu:
    1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
    1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
    2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
    3. Surat Ketetapan Pajak Nihil,
    4. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
    2. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
    3. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
    4. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jendral Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
    5. Dalam penyelesaian keberatan, Wajib Pajak diberi hak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut, maka proses keberatan tetap diselesaikan.

    1. Jangka waktu keputusan keberatan
    1. Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
    2. Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
    3. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditentukan, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
    4. Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jendral Pajak tidak memberi suatu keptusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
    • Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jendral Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak disamping terlaksananya administrasi.
    • Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak, dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan, Surat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak tidak manyampaikan SPT tahunan meskipun telah ditegur secara tertulis, atau tidak memenuhi kewajiban penyelenggaraan pembukuan, menolak untuk memberikan kesempatan kepada pejabat pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang. Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Surat Ketetapan Pajak secara jabatan itu maka keberatannya ditolak.

      Apabila Surat Keberatan tidak memenuhi prsyaratan, tidak dianggap sebagai surat keberatan.

  1. Banding
    1. Pengertian banding

    Sesuai dengan undang-undang nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, Pasal 1 angka 6 yaitu :

    Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

    Dalam hal Wajib Pajak masih merasa belum puas terhadap keputusan DJP atas keberatan yang diajukan maka kepada Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. Pengajuan banding tersebut ditujukan kepada Badan Peradilan Pajak yaitu Pengadilan Pajak yang pembentukannya diatur dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

    Adapun maksud dari pembentukan badan tersebut adalah untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam menyelesaikan sengketa pajak yang timbul pada saat pelaksanaan Perpajakan untuk mewujudkan peradilan pajak dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana.

    Banding termasuk dalam peradilan administrasi murni, maksud dari peradilan pajak administrasi murni adalah peradilan pajak yang dilakukan oleh suatu badan atau pejabat tertentu yang terpisah dari pihak yang berselisih. Badan atau pejabat tertentu itu tidak dalam pengaruh atau dibawah para pihak yang bersengketa.

    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

    1. Syarat – syarat mengajukan banding

    Adapun syarat mengajukan banding yang harus dipenuhi Wajib Pajak diatur dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu:

    Pasal 35:

    1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
    2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
    3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

    Pasal 36:

    1. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
    2. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.
    3. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.
    4. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

    1. Hak-hak Pemohon Banding
    1. Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima keputusan yang dibanding.
    2. Pemohon Banding dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding.
    3. Dapat Hadir dalam sidang terbuka guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Pengadilan Pajak.
    4. Dapat Hadir dalam sidang terbuka untuk Pembacaan Putusan.
    5. Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar / mendapat izin Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
    6. Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.

    1. Pembuktian

      Dalam penyelesaian suatu sengketa, harus didukung dengan bukti-bukti yang sah. Alat bukti dapat berupa:

    1. Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:
    2. Pengakuan para pihak
    3. Keterangan saksi
    4. Keterangan ahli
    5. Pengetahuan anggota

      Penjelasan alat bukti:

    1. Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:
      • Surat Keputusan atau Surat Ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
      • Surat surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding
      • Alat bukti berupa surat atau tulisn atau pengakuan para pihak dapat berupa foto kopi, rekaman, film, disket, kaset, faksimili, teleks, keluaran cetak (print out) atau tanda terima.
    2. Bukti berupa surat atau tulisan tidak terikat pada bentuknya.
    3. Pengakuan para pihak tifak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh anggota sidang.
    4. Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.
    5. Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

    1. Jenis-jenis Pemeriksaan di Pengadilan Pajak
    1. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan terhadap :

      Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal

      • Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang dibanding diterima.
      • Pajak Terutang telah dibayar sebesar 50%, dengan melampirkan bukti pelunasan.
    1. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap :
      1. Sengketa Pajak Tertentu.
      2. Sengketa Pajak yang keputusannya tidak diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, sejak banding diterima.
    1. Dasar Pengambilan Keputusan
    1. Putusan di Pengadilan Pajak diambil berdasarkan:
      1. Hasil penilaian pembuktian
      2. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan
      3. Keyakinan anggota sidang
    2. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh ketua Sidang, dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.

    1. Jenis Putusan

      Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :

    1. Menolak
    2. Mengabulkan Sebagian
    3. Mengabulkan seluruhnya
    4. Menambah pajak yang harus dibayar
    5. Tidak dapat diterima
    6. Membetulkan salah tulis dan/atau salah hitung

      Putusan di Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang bersifat tetap (final), dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. Dan putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.

      Jadi Wajib Pajak dapat mencari keadilan dibidang perpajakan melalui Keberatan di DJP dan Banding di Pengadilan Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dan sebaiknya Pengadilan Pajak lebih mensosialisasikan keberadaannya terhadap masyarakat luas karena banyak masyarakat terutama Wajib Pajak belum memahami fungsi Pengadilan Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar