Pajak sesuai definisi dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No 28 tahun 2007 ( UU KUP ) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak ( agar tidak rancu , yang disebut pajak di sini adalah pajak pusat ) saat ini bisa dikatakan sebagai primadona penerimaan bagi negara. Pada beberapa tahun yang lampau sektor perpajakan dianggap sebagai unsur penerimaan “sekunder” sebab waktu itu pemerintah lebih mengandalkan penerimaan dari sektor minyak dan gas (migas). Seiring berjalannya waktu, pajak akhirnya menjadi unsur yang dominan dalam penerimaan negara setelah sektor migas tidak lagi bisa diandalkan. Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta, Indonesia tentu membutuhkan banyak sekali dana sebagai sumber pembiayaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, dana bisa berupa investasi, hibah, ataupun pinjaman. Sedangkan dari dalam negeri, salah satunya dari unsur pajak sebagai sumber penerimaan terbesar.
Sebagai sumber penerimaan yang menjadi sumber utama,otomatis dana dari pajak sangat berperan dalam neraca keuangan pemerintah. Sampai saat ini hampir 70 % penerimaan negara kita ditopang dari pajak. Manfaat pajak bisa kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari hampir di semua sektor. Fasilitas kesehatan,transportasi,
Berbicara kaitan atau hubungan antara pajak dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)
3, merupakan hubungan yang saling berkaitan. Pajak,sebagai sumber penerimaan negara, adalah penyumbang terbesar APBN. Melalui APBN negara membuat rencana pendapatan dan belanja negara dalam kurun waktu satu tahun. Semua program kerja dan besarnya biaya dicatat disini, yang mencangkup seluruh daerah di wilayah Indonesia.
Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, setiap daerah diberi kebebasan dalam mengelola potensi daerahnya masing-masing. Dalam rangka lancarnya pembangunan di daerah, maka setiap daerah mempunyai sistem perencanaan anggaran dan belanja yang disebut dengan APBD. Lewat APBD inilah pemerintah daerah merancang pembangunan di wilayahnya .
Unsur penerimaan daerah di APBD antara lain berasal dari PAD ( Pendapatan Asli Daerah ), dana bagi hasil pajak , dana perimbangan dan penerimaan lain-lain. Di sini kita bisa lihat hubungan yang sangat erat antara pajak, APBN, dan APBD. Pajak yang ditarik negara dari wajib pajak akan dibagikan lagi ke daerah yang disebut dengan Dana Hasil Bagi Pajak. Saat ini sektor pajak yang dibagi dengan daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yakni sebesar 90 % untuk pemerintah daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 80 % untuk pemerintah daerah. Kemudian dari PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21, besarannya 80 % untuk pusat dan 20 % untuk pemerintah daerah tempat wajib pajak terdaftar .
Disamping Dana Bagi Hasil Pajak, pemerintah daerah juga mendapat sumber pemasukan dari APBN yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Darimana asal DAU dan DAK ? Sumbernya antara lain adalah dari dana pajak yang menjadi bagian pemerintah pusat. Besarnya DAU dan DAK kepada tiap daerah berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan. Dan salah satu faktor penentu besarannya adalah penerimaan pajak dari daerah tersebut. Semakin besar penerimaan pajak, maka bagian daerah tersebut juga semakin besar. Sehingga hal tersebut menjadi bukti bahwa terdapat kaitan yang sangat jelas antara pajak dengan APBN dan APBD. Jika penerimaan pajak negara dalam satu tahun tidak tercapai,APBN akan terganggu. Jika APBN terganggu, APBD pasti akan kena imbasnya juga. Sehingga pemerintah sangat berharap agar peran serta semua pihak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan dapat menjalankannya dengan optimal. Bagi yang punya penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak ( PTKP ), jika belum punya nomor pokok wajib pajak ( NPWP ), maka harus segera mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP.
Pemerintah juga tanggap terhadap kemajuan teknologi dengan membuat sistem pelayanan perpajakan yang berbasis teknologi. Antara lain dengan e-registration, e-payment,e-filling,dll. Dengan satu harapan bahwa penerimaan pajak akan terus meningkat sehingga program kerja yang dirancang dapat berjalan dengan optimal. Dengan membayar pajak secara benar, kita ikut bersama-sama dengan pemerintah membangun bangsa.
Dengan kita tahu bahwa peran pajak sangat penting bagi kelangsungan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia, sudah seharusnya kita sadar diri bahwa kita harus bisa aktif berpartisipasi memenuhi hak dan kewajiban kita dalam hal pajak. Jadi lunasi pajaknya,awasi penggunaanya. Punya penghasilan tapi tak punya NPWP, apa kata dunia ?
tapi dana pajak jangan di selundupkan sama orang-orang pajak sendiri ya
BalasHapuskalo dipikir pikir, selama ini dana APBD dikemanain ya? kok yang diplosok plosok jembatan aja sampe gak ada pembangunan. giliran yg dijakarta sibuk memper elit. butuh transparansi lebih lanjut kayaknya sih
BalasHapus