Selasa, 28 April 2009

Relasi Fasilitas Bebas Fiskal Luar Negeri Menggunakan NPWP Dengan Peningkatan Jumlah NPWP

Oleh : Endro Susilo


Awal tahun 2009 sungguh hari-hari yang bersejarah bagi jutaan warga kita, terutama bagi mereka yang sering mengadakan kunjungan kerja di luar negeri, bagi yang hendak bersekolah di Negara tetangga kita, atau yang sekedar jalan-jalan berekreasi menghabiskan tabungan dan berbelanja di Singapore sebagai trend. Karena mulai tanggal 1 Januari 2009 Direktorat jenderal Pajak membebaskan penumpang pesawat udara dan kapal laut dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi mereka yang memeiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Orang Pribadi. Namun bagi yang tidak memeiliki NPWP dikenakan fiskal berlipat dari tahun-tahun sebelumnya yaitu menjadi Rp.2.500.000,00 jika memakai pesawat udara atau Rp.1.000.000,00 jika dengan kapal laut. Sebelum tahun 2009 tarif fiskal adalah Rp.1.000.000,00 dan Rp.500.000,00.

Namun demikian kebijakan selalu seperti dua sisi keping mata uang. Ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi mereka yang berNPWP ini kabar gembira namun bagi mereka yang tidak mempunyai NPWP merasa sangat terbebani, kebijakan ini dianggap tidak populer serta tidak pro rakyat, bahkan diawal pemberlakuan Fiskal Luar Negeri ada sebagian akademisi yang hendak mengajukan class action ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan peraturan ini. Oleh mereka FLN itu berbenturan dengan UUD 1945 pasal 23A dan Undang-Undang no 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat UU no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Pada dasarnya pemberlakuan FLN tahun ini lebih mudah dan lebih luas cakupan Subjek Pajak yang dapat menikmati pembebasan dari membayar fiskal luar negeri ini. Sebelum Tahun 2009 pembebasan FLN hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil warga negara kita yaitu hanya mereka yang benar-benar tinggal menetap lebih banyak di luar negeri, anggota misi, anak-anak dibawah 12 tahun, pemegang passport dinas yang sedang bertugas dinas ke luar negeri, pilot dan pelaut, serta Tenaga Kerja Indonesia yang dikirim Depnakertrans melalui Perusahaan Pengiriman Jasa Tenaga Kerja Indonesia. Di tahun 2009 ini Warga Negara RI yang dapat menikmati bebas FLN jauh lebih banyak. Selain warga yang memenuhi kriteria diatas diperluas bagi mereka yang mempunyai NPWP beserta anggota keluarga sedarah atau semenda yang menjadi tanggungannya yang jumlahnya tidak dibatasi, tidak seperti jumlah tanggungan maksimal dalam penghitungan PTKP yang berjumlah 3 orang, serta anak-anak dibawah 21 tahun. Dan bagi mereka yang “mengaku” berpenghasilan di bawah Penghasilan tidak Kena Pajak dapat mengisi Surat Pernyataan Berpenghasilan di bawah PTKP di atas materai 6000. Sungguh ini suatu kebijakan angin surga bagi mereka yang berekonomi mapan dan punya hobi jalan-jalan ke luar negeri .

Semenjak pemberlakuan peraturan pembebasan FLN dengan NPWP, jumlah penerimaan dari sektor Fiskal Luar negeri di Bandara Internasional Soekarno-Hatta sangat kecil yaitu hanya berkisar 200 juta s/d 750 juta rupiah per hari, jika dibandingkan dengan sebelum tahun 2009 yang perharinya dapat mencapai 2 milyar s/d 4 milyar rupiah. Ini disebabkan mereka yang biasa bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal 1 juta per orang, kini mereka dapat menikmati fasilitas bebas fiskal dengan NPWP. Sebagian besar mereka yang berNPWP mengikutsertakan semua anggota keluarga mereka menghabiskan masa liburan panjang ke Malaysia, Singapura, dan sebagian lagi ke Thailand serta ke China sebagai negara tujuan favorit.

Untuk sebagian warga berlomba-lomba membuat NPWP setelah berlakunya kebijakan baru ini agar dapat ikut menikmati fasilitas pembebasan dari membayar Fiskal Luar Negeri. Sehingga semua Kantor pelayanan Pajak diseluruh Indonesia melayani pembuatan NPWP yang meningkat secara signifikan di awal tahun 2009 ini. Sampai dengan bulan April 2009 ini jumlah NPWP terdaftar telah mencapai 10 juta lebih, sehingga target 10 juta NPWP yang dicanangkan DJP telah mencapai kemajuan yang luar biasa. Ini awal yang baik bagi perpajakan di Indonesia, dimana warga berbondong-bondong mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP. Selama kebijakan ini dikawal secara serius dan didukung oleh sumber daya manusia yang jeli serta kepemimpinan yang terus terfokus suatu saat tidak pelak lagi di kemudian hari negara kita akan menikmati pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak untuk pembangunan berbagai infrastruktur dan biaya pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang akan menjadikan bangsa Indonesia lebih berdaulat dan bermartabat di dunia internasional.

Tujuan awal Direktorat Jenderal Pajak memberlakukan kewajiban NPWP merupakan bagian dari program Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk menjaring lebih banyak lagi Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk mempunyai NPWP. Dengan demikian nantinya DJP mempunyai data base yang kuat tentang wajib Pajak, sehingga untuk tahun-tahun berikutnya DJP diharapkan akan mampu menghimpun penerimaan pajak dari sektor Pajak Penghasilan orang pribadi dapat meningkat secara signifikan. Sebagai sebuah keniscayaan yang tak dapat dipungkiri, Indonesia sangat mengandalkan penerimaan negara dari sektor pajak setelah penerimaan dari sektor ekspor migas dan komoditi lain tak dapat lagi diandalkan. Untuk saat ini penerimaan Pajak sebagian besar ditopang dari PPH Badan dan juga PPN, padahal negara akan lebih kuat jika prosentase penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi cukup signifikan dari jumlah penerimaan total dari sektor pajak.

Tujuan lain dari kebijakan Departemen Keuangan melalui DJP ini adalah tuntutan sebagai stimulus fiskal yang sangat diperlukan untuk mengembalikan kegoncangan perekonomian Indonesia akibat krisis ekonomi global yang berasal dari carut marutnya perekonomian negara Amerika ini. Diharapkan pula kegiatan ekonomi di sektor riil dalam negeri dapat tetap bergerak .

Untuk memperkuat data base Wajib Pajak, DJP harus mempunyai akses yang lebih besar terhadap data orang yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak ke atas dinegeri ini, koneksi data antar institusi pemerintah yang mendukung juga harus lebih bermutu. Keterbukaan lembaga tertentu untuk bersedia memberikan data transaksi-transaksi keuangan yang akurat juga sangat diperlukan. Kemudian semua data yang relevan itu harus diadministrasikan dengan benar dan rapi. Selanjutnya untuk dilakukan pengolahan data dengan melakukan penelitian dan melakukan cross check. Menindaklanjuti semua temuan transaksi yang relevan dengan perpajakan yang seharusnya Wajib Pajak tunaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kemudian dilakukan penegakan hukum (law enforcement). Dengan demikian akan semakin sempit ruang gerak bagi Wajib Pajak busuk yang berusaha menghindar dari kewajiban yang seharusnya mereka tunaikan. Demi DJP yang mempunyai visi dan misi menjadi institusi pemerintah yang mengelola pajak dengan bersih dan profesional. Sebagai warga negara kita harus ikut menjadi bagian yang sejalan dan mendukung untuk kemajuan Negara yang kita cintai.

Dapat kita amati, banyaknya Wajib Pajak baru yang antusias mendapatkan NPWP adalah moment luar biasa yang harus kita cermati. Wajib Pajak baru harus selalu dipantau dan dibina akan kewajiban perpajakan mereka. Menanamkan kesadaran membayar pajak dan memberikan mereka ketenangan akan dialokasikannya pajak yang dibayarkan untuk pembangunan tidaklah mudah. Para pembayar pajak menginginkan aparatur pemerintah yang bersih, peduli, dan professional, serta transparansi yang memudahkan mereka melakukan kontrol.

Dalam pelaksanaan Fiskal Luar Negeri di Bandara Soekarno-Hatta dapat dijumpai puluhan ribu NPWP baru yang diterbitkan di awal-awal tahun 2009 ini dipergunakan sebagai sarana mendapatkan fasilitas Bebas Fiskal Luar Negeri untuk Wajib Pajak terdaftar bersama-sama anggota keluarga mereka. Namun masih banyak sekali celah atau kekurangan yang tidak dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dilapangan, sehingga membutuhkan penyempurnaan peraturan yang berfungsi menutup celah-celah itu oleh pimpinan di level atas yang belum dilakukan. Sebagai contoh banyak NPWP yang diterbitkan di tahun 1980-an yang hanya berjumlah 10 digit digunakan untuk mendapatkan fasilitas Bebas Fiskal bagi Wajib Pajak dan yang dapat menjadi tanggungannya. Setelah WP ditanya mereka tak tahu NPWP yang baru yang sekarang berjumlah 15 digit itu, dengan alasan selama ini masih menggunakan NPWP yang lama itu, dan selama itu pula tak ada komplain dari KPP tempat mereka menyampaikan SPT tahunan mereka. Ada pula yang beralasan tak dikasih tahu oleh KPP tempat terdaftar NPWP mereka yang baru. Celah yang berikutnya tidak adanya peraturan yang membatasi usia maksimal dan alat pembuktian seseorang masih bisa ditanggung oleh pemilik NPWP. Dengan alasan masih sekolah, belum bekerja, sudah tidak bekerja lagi, masih menumpang bersama orang tua dan lain-lain. Tidak adanya jumlah maksimal yang dapat ditanggung oleh pemilik NPWP juga merupakan sebuah celah yang sangat riskan. Ini semua adalah sebagian kecil permasalahan yang masih harus disempurnakan oleh pimpinan-pimpinan di Departemen Keuangan serta DJP pada khususnya.

Dengan jumlah NPWP yang telah mencapai angka 10 juta kita patut bersyukur, karena sudah semakin banyak Wajib Pajak sadar akan pentingnya NPWP sebagai sarana administrasi perpajakan dan sebagai identitas Wajib Pajak. Berikutnya bagaimana DJP mampu atau tidak memanajemenkan jumlah Wajib Pajak yang besar itu menjadi sebuah potensi penerimaan Pajak yang kemudian akan sangat membantu kemajuan bangsa . Ini sebuah tantangan bagi fiskus di Indonesia.

Dengan sumber daya manusia yang bermutu menganalisa data-data Wajib Pajak yang ada dan mempunyai rintegeritas tinggi, mamajemen yang rapi, kemampuan memberi kepuasan Wajib Pajak dalam pelayanan perpajakan serta menanamkan kepercayaan WP terhadap DJP, penegakan hukum adalah sebagian kunci pokok yang harus terpelihara untuk kemakmuran bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar