Sabtu, 18 April 2009

Pemalsuan Materai Tempel

Oleh : Prandian Yusprihantoro


Bea Materai adalah Pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum seperti dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) Huruf A UU No. 13 Tahun 1985 jo. Pasal 1 PP No. 24 Tahun 2000. Salah satu cara pelunasan bea materai adalah dengan membubuhkan/merekatkan materai tempel pada dokumen yang terutang bea materai. Materai tempel di Indonesia dicetak oleh Perum Peruri berdasarkan permintaan dari Direktorat Jenderal Pajak. Pada dasarnya bea materai yang dibayarkan dengan materai tempel jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan mesin teraan dan sistem komputerisasi. Namun sayangnya pengawasan dilapangan terhadap materai tempel masih sangat kurang jika dibandingkan dengan mesin teraan dan sistem komputerisasi. Kenyataan di lapangan menyatakan bahwa masih sangat banyak pemalsuan materai tempel oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Materai lebih mudah dipalsukan karena tidak ada nomor serinya. Tidak ada kejelasan berapa yang telah dicetak, berapa yang beredar di masyarakat, dan berapa yang telah terjual. Biasanya pemalsu materai tempel lebih sering melakukan pemalsuan materai tempel Rp. 6000 dibandingkan Rp. 3000 karena biaya cetaknya sama namun harganya lebih tinggi materai tempel Rp. 6000.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membedakan materai tempel yang asli dan yang palsu, antaralain :

  1. Dengan melihatnya dengan mata telanjang.

    Kalau materai yang asli, ada hologram pengaman yang jika dilihat dari sisi yang berbeda maka akan terlihat warna-warni.

  1. Dengan cara kasat mata, lanjutnya, bisa dilihat lubang berbentuk bintang yang terletak disebelah kiri materai.
  2. Dengan menggunakan jari tangan. Materai yang asli itu hurufnya seperti yang ada di uang kertas, dalam arti ada yang menggunakan huruf timbul. ”Nah, kalau materai yang asli, kalau huruf timbulnya itu ditempelkan ke kertas HVS putih lalu ditekan kuat, maka akan ada tintanya yang nempel di kertas HVS putih itu, meski sedikit,” ujarnya. Karena sedang tidak membawa materai, dia mempraktikkan dengan uang Rp50 ribuan dan ternyata memang ada tinta yang menempel ke kertas putih.

Hingga saat ini belum ditemukan pelaku pemalsuan materai dalam skala besar. Selama ini yang ada hanyalah pelaku-pelaku pemalsuan yang sifatnya parsial dan dalam skala kecil. Namun, jumlah kasusnya cukup banyak. Berbeda dengan pelaku pemalsuan uang yang biasanya mendapatkan perhatian besar dari media massa, jarang sekali pemalsuan materai diberitakan secara besar-besaran.

Pihak Direktorat Jenderal Pajak, sebagai instansi pemerintah yang mengeluarkan produk materai tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar bisa membedakan mana materai yang asli dan mana yang palsu,. Ini berbeda dengan sosialisasi mengenai cara membedakan uang asli dengan uang palsu yang sering dilakukan oleh pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak juga tidak pernah mempublikasikan kepada masyarakat berapa jumlah materai yang dicetak untuk setiap tahunnya dan berapa yang sudah terjual. Perum Peruri juga tidak pernah menyebutkan berapa yang dicetak karena hanya sebagai instansi pencetak berdasarkan permintaan Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk mencari data berapa besarnya jumlah materai palsu yang beredar, memang agak sulit. Tapi secara makro bisa dilihat dari perbandingan antara jumlah yang dicetak dengan jumlah yang terjual. Kalau selisih jumlah yang dicetak dengan yang terjual ternyata sangat kecil, berarti jumlah materai palsu yang beredar di masyarakat sangat banyak karena penggunaan materai di masyarakat sangat tinggi. Apalagi saat ini hampir semua transaksi keuangan menggunakan materai.

Untuk mengetahui berapa materai yang terjual, sebenarnya bisa ditanyakan kepada PT Pos sebagai pihak yang diserahi melakukan penjualan. Tapi, data dari PT Pos itu tidak akan mampu mengungkap secara persis berapa jumlah materai palsu yang beredar. Karena data PT Pos itu kan hanya data jumlah penjualan materai asli.

Sepertinya Direktorat Jenderal Pajak perlu membentuk satu bagian khusus yang menangani Bea Materai mengingat penerimaan Negara dari bea materai begitu besar. Dan Direktorat Jenderal Pajak harus bekerjasama dengan Pihak Kepolisian untuk memberantas oknum-oknum yang melakukan pemalsuan materai tempel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar