Selasa, 21 April 2009

“Sudahkah Tax Reform Menbuat Wajib Pajak Sadar akan Hak dan Kewajiban Perpajakannya???”

Oleh : Aurice Widarto


Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat, mempunyai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea IV. Salah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut, yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan nasional yang telah diamanatkan tersebut, pemerintah melaksanakan Pembangunan Nasional di segala bidang kehidupan.

Dalam kenyataannya, ternyata tidak mudah bagi pemerintah untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan nasional tersebut. Pemerintah menghadapi berbagai permasalahan yang timbul dan dapat menghambat pelaksanaan program Pembangunan Nasional tersebut. Permasalahan utama pemerintah adalah keterbatasan dana untuk pembiayaan program Pembangunan Nasional yang sesuai dengan keterbatasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Indonesia (selanjutnya disebut dengan APBN Indonesia) beserta pengalokasiannya dan perubahan-perubahannya.

Dalam APBN Indonesia dinyatakan bahwa sumber penerimaan Negara Indonesia meliputi penerimaan negara dari dalam negeri dan penerimaan negara dari luar negeri. Penerimaan negara dari dalam negeri terdiri dari penerimaan dari sektor migas dan sektor non migas. Penerimaan dalam negeri dari sektor migas belum mampu memenuhi kebutuhan dana untuk pembiayaan program Pembangunan Nasional sesuai dengan APBN Indonesia. Pajak sebagai salah satu komponen dari penerimaan negara dari sektor non migas menjadi tumpuan utama sebagai sumber penerimaan negara. Peranan penerimaan negara dari sektor pajak dalam pembiayaan APBN Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di masa depan, tidak mustahil apabila penerimaan negara dari sektor pajak menjadi sumber utama penerimaan negara dalam APBN Indonesia yang mampu memenuhi kebutuhan dana untuk pembiayaan APBN Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan “tax reform”, yaitu dengan melakukan reformasi terhadap Peraturan Perundang-undangan Perpajakan serta sistem perpajakan Indonesia. Pemerintah telah melakukan penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan pada tahun 1983, 1994, 1997, 2000 dan terakhir pada tahun 2007 – 2008. Sistem perpajakan Indonesia juga telah berubah dari sistem “officiall assessment” menjadi sistem “self assessment”. Dalam sistem “self assessment” , wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan serta mempertanggungjawabkan jumlah pajak terutang.

Untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka ketentuan Peraturan Perudang-undangan Perpajakan harus dilaksanakan dengan tepat dan benar oleh wajib pajak, pemotong/pemungut pajak, dan pegawai pajak/fiskus. Selain itu pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan yang bertujuan untuk memberikan stimulus agar meningkatkan kesadaran wajib pajak yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Berbagai kebijakan yang diambil selain merevisi Undang-undang antara lain dengan perbaikan sistem pelayanan yang ada pada struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut dengan DJP) melalui pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama/Madya (selanjutnya disebut dengan KPP Pratama/Madya) pada tahun 2007-2008. Perbaikan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas dalam memberikan pelayanan yang baik yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Di tahun 2008, pemerintah melalui DJP melaksanakan program Sunset Policy seperti yang dimaksud dalam Pasal 37A Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam program Sunset Policy ini, untuk wajib pajak yang terdaftar sebelum 1 Januari 2008 diberi kesempatan untuk membetulkan SPT Tahunan yang pernah disampaikan dengan mengungkapkan data-data baru yang menyebabkan SPT Tahunan Pembetulan menjadi kurang bayar. Selain itu dalam program Sunset Policy ini, wajib pajak diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga 2% setiap bulan atas pembayaran pajak yang dibayar berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan yang disampaikan. SPT Tahunan Pembetulan yang disampaikan pada Sunset Policy tidak akan diperiksa, kecuali ditemukan data baru yang dapat menyebabkan timbulnya pajak yang kurang dibayar oleh wajib pajak. Sunset Policy ini juga dapat digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan melaporkan SPT Tahunan Tahun 2007 dan tahun sebelumnya yang menyebabkan adanya pajak yang masih harus dibayar. Dari Sunset Policy ini, diharapkan wajib pajak dapat menggunakan fasilitas tersebut untuk meningkatkan kesadarannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya pada tahun mendatang dan seterusnya. Dengan kata lain, Sunset Policy ini dapat digunakan sebagai titik awal buat wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan jujur demi tercapainya penerimaan negara dari sektor pajak.

Di awal tahun 2009, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembebasan Fiskal Luar Negeri (FLN) bagi orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dengan syarat ber-NPWP. Hal ini terasa dilematis bagi pemerintah mengingat penerimaan FLN terus meningkat dari semula rata-rata Rp 1,3 trilyun di 2005 menjadi Rp 2,5 trilyun di 2007. Harapan kita tentunya kehilangan penerimaan tersebut dapat tergantikan atau bahkan terlampaui oleh potensi penerimaan pajak dari kepemilikan NPWP bagi wajib pajak-wajib pajak baru dan multiflier effect dari pembebasan FLN ini. Pembebasan FLN ini memang memiliki konsekuensi industri pariwisata domestik untuk berbenah menyiapkan diri berkompetisi menarik wisatawan lokal karena di era Asean Tourism Agreement dewasa ini, setiap Negara anggota ASEAN diharapkan dapat menghapus semua hambatan keluar-masuk orang, termasuk FLN. Rencana pembebasan FLN buat mereka yang ber-NPWP juga ditengarai dapat memberikan kesempatan yang lebih terbuka buat warganegara Indonesia yang ingin menyerap dan menuntut ilmu di Negara-negara yang lebih maju dan berpartisipasi lebih aktif dalam pergaulan internasional. Sekali lagi, agar trade-off kehilangan penerimaan dari sumber FLN dapat tergantikan atau bahkan terlampaui oleh penerimaan pajak dari wajib pajak yang baru memiliki NPWP berikut imbas perekonomian lanjutannya, pemerintah memang harus bekerja lebih keras dan professional lagi.

Selain itu, pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 49/PMK.03/2009 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2009 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu. Peraturan Menteri Keuangan ini dimaksudkan untuk memberi insentif dalam mengatasi dampak krisis ekonomi global yang sedang berkembang di dunia dan untuk menjaga stabilitas perekonomian khususnya sektor tertentu yang diatur pada Peraturan Menteri Keuangan ini. Diharapkan dengan adanya stimulus tersebut, prospek penerimaan negara dari ekspor produk-produk pada usaha tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersebut dapat ditingkatkan. Sehingga nantinya dapat menjadi faktor penggerak usaha yang terkait di Indonesia hingga mampu meningkatkan pendapatan nasional yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak dari sektor usaha tersebut.

Selaras dengan tingkat inflasi yang terus berfluktuasi dari tahun ke tahun, maka pemerintah juga menyesuaikan Upah Minimum Regional bagi karyawan. Hal ini merupakan imbangan bagi meningkatnya biaya hidup yang dibutuhkan. Senada dengan hal tersebut, maka melalui Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan melakukan reformasi di bidang pajak penghasilan dengan melakukan perubahan tarif pajak penghasilan untuk orang pribadi dan badan. Selain itu, pemerintah juga menaikkan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp. 13.200.000,- menjadi Rp. 15.840.000,- untuk masing-masing orang pribadi, dan jumlah tambahan untu masing-masing tanggungan sebesar Rp. 1.320.000,- dengan jumlah tanggungan maksimal 3 orang. Dengan hal ini diharapkan, wajib pajak mendapat keadilan atas kenaikan biaya hidup yang ditanggung.

Dari penjelasan di atas, muncul pertanyaan yang perlu jadi bahan renungan. Sudahkah Wajib Pajak Sadar akan Hak dan Kewajiban Perpajakannya? Mungkin jika disurvey dengan seksama, banyak wajib pajak yang belum mengetahui hak dan kewajibannya, umumnya masih banyak yang hanya beranggapan bahwa setelah ber-NPWP berarti sudah memenuhi aturan perpajakan. Sungguh sangat dilematis… Perlu banyak reformasi baik di pihak intern pemerintah maupun wajib pajak. Sangat perlu dikembangkan pemahaman bahwa pajak adalah bentuk kontribusi warga negara kepada negara, bukan sebagai beban pungutan kepada warga negara oleh negara (seperti kita mengenal upeti pada jaman kerajaan-kerajaan di Indonesia). Masih perlu banyak upaya untuk memperbaiki semuanya, dari internal pemerintah maupun dari wajib pajak. Upaya internal yang bisa dilakukan antara lain memperbaiki infrastruktur, sarana dan prasarana, serta meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dalam mengelola administrasi perpajakan. Di satu sisi, dirasa perlu untuk mengembangkan pemahaman pajak sejak dini sehingga nantinya mampu menciptakan masyarakat yang sadar pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar