Selasa, 28 April 2009

Pelayanan Prima di Kantor Pelayanan Pajak

Nama : Tito Eka Nugroho

NPM : 0700700079


Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak. DJP sebagai instansi reformasi birokrasi yang memberikan pelayanan prima dan pelaksanaan good governance dalam mengelola perpajakan yang baik, efektif, dan efisien. Artinya upaya reformasi birokrasi ini adalah bagi pembangunan perpajakan nasional. Reformasi birokrasi di tubuh DJP lebih dikenal dengan kata Modernisasi. Modernisasi tidak hanya sebatas peraturan (kebijakan) perpajakan, yakni Amandemen Undang-Undang Pajak, melainkan secara komprehensif dan simultan menyentuh instrumen perpajakan lainnya seperti sistem, institusi, pelayanan kepada masyarakat wajib pajak, pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan, serta tak kalah pentingnya moral, etika, dan integritas petugas pajak.


KPP Pra Modern

Perubahan Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menjalankan fungsi pelayanan untuk jenis Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sedangkan KP. PBB (Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan) yang berfungsi sebagai kantor pelayanan untuk jenis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Fungsi pemeriksaan dijalankan oleh Karikpa (Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak) yang sebelum disebut Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (UP3) dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP-4) yang sebelum disebut Kantor Penyuluhan sebagai fungsi penyuluhan.

Struktur organisasi pada fungsi pelayanan di KPP Pra Modern berdasarkan jenis pajak seperti Seksi PPh Badan, PPh Perseorangan, PPh Pemotongan Pemungutan, dan PPN. Pada struktur ini fungsi pelayanan dilakukan oleh KPP namun pemeriksaan juga dilaksanakan oleh KPP selain Karikpa, Fungsional Kanwil, dan Fungsional Kantor Pusat DJP sehingga terjadi fungsi ganda. Begitu juga dengan pelayanan tidak bersifat satu atap (one stop service) karena mengingat jenis pajak PPh dan PPN diadministrasikan oleh KPP sedangkan jenis pajak PBB dan BPHTB oleh KP. PBB. Pengajuan keberatan sebelum modern diproses di KPP disamping Kanwil dan Kantor Pusat DJP, hal ini memunculkan dualisme fungsi, karena yang memeriksa adalah KPP dan proses penyelesaian keberatan juga dilakukan di KPP untuk aristasi KPP. Hal inilah yang mendorong dibentuknya KPP Modern.

Pada saat ini WP mengeluhkan standar pelayanan petugas pajak yang kurang baik sehingga WP enggan berurusan dengan kantor pajak. Meski ada petugas berpenampilan ramah, akan tetapi keramahtamahan itu sekadar basa-basi karena tujuannya justru mengharapkan sesuatu imbalan dari WP. Lebih-lebih jika WP mempunyai masalah administrasi yang belum lengkap maka keadaan ini akan dimanfaatkan oleh petugas pajak untuk memberdaya WP

KPP Modern

Sejak tahun 2002 merupakan kegiatan yang dinamis bagi pembangunan era baru perpajakan modern. Selain membentuk dan mengoperasikan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, dan KPP Madya yang menerapkan prinsip modernisasi administrasi perpajakan, pada tahun 2007 seluruh KPP di pulau Jawa telah dimodernisasi, yakni sebagai KPP Pratama. Dan tahun 2008, seluruh KPP sebagai unit kerja perpajakan yang langsung melayani wajib pajak telah menerapkan modernisasi perpajakan.

Dalam struktur yang modern ini terdapat perbedaan yang cukup signifikan yakni yang dulunya struktur organisasi KPP Pra Modern berdasarkan jenis pajak diubah menjadi berdasarkan fungsi guna debirokratisasi pelayanan seperti Seksi Pelayanan dan Seksi Pemeriksaan dibentuk secara terpisah. Pelayanan perpajakanpun sudah mulai satu atap (one stop service) karena semua jenis pelayanan perpajakan baik jenis pajak PPh, PPN, PBB, dan BPHTB dilakukan di KPP Pratama sedangkan untuk KPP WP Besar dan KPP Madya hanya jenis pajak PPh dan PPN, sehingga menyebabkan adanya peleburan KP.PBB ke KPP Pratama. Proses penyelesaian keberatan hanya ada di tingkat Kanwil, mengingat di Kanwil tidak menjalankan fungsi pemeriksaan lagi karena fungsi pemeriksaan sepenuhnya dilaksanakan oleh KPP Modern yang menyebabkan pula dileburnya Karikpa ke KPP Modern.

Pelayanan Prima KPP Modern

Dengan model KPP Modern diharapkan DJP dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam masalah perpajakan.

Perbedaan KPP Modern yang sekarang sangat kontras dibandingkan dengan KPP Pra Modern, perbedaan itu misalnya tampilan gedung kantor yang dirancang dengan konsep kantor yang modern, front office yang standar di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) sebagai aplikasi “one stop service” perpajakan, tersedianya alat-alat bantu di TPT seperti help desk yang siap melayani informasi, dan konsultasi perpajakan yang bersifat umum, dan lainnya.

Pembentukan contact center : complain center, call center, non filers activation center. Dimana pengaduan yang diterima oleh complain center akan dikoordinasikan dengan unit terkait dan akan ditindaklanjuti dalam waktu 3 hari kerja dan jenis-jenis pengaduan termasuk mengenai pelayanan, konsultasi, pemeriksaan, keberatan dan banding. Adapun media penyampaian pengaduan dapat melalui e-mail, pos, nomor telpon bebas biaya, atau langsung.

Ruang kerja pegawai didesain secara terbuka sebagai wujud keterbukaan (transparancy) pajak. Tentu saja wajib pajak tidak boleh memasuki hingga ruang kerja pegawai, karena pegawai akan secara langsung melayani wajib pajak di tempat terbuka seperti ruang konsultasi. Dalam melayani wajib pajak secara khusus dan mendalam ada pegawai yang yang telh ditunjuk secara resmi yaitu Account Representative (AR) yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan secara khusus. Dalam hal pelayanan pun lebih mudah karena dapat menggunakan sistem komunikasi dan teknologi informasi terkini yang dikenal dengan sebutan e-system antara lain e-payment (pembayaran pajak secara on line), e-registrasion (pendaftaran wajib pajak melalui internet), e-filling (pelaporan pajak melalui internet), e-spt (pengisian SPT dengan program yang telah disediakan DJP), dan e-counseling (konsultasi secara on line).

Petugas pajak yang berkualitas tinggi berbasis kompetensi dan penerapan Kode Etik Pegawai yang diawasi oleh Komite Kode Etik Pegawai, Komisi Ombudsman Nasional, Tim Khusus Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, dan Subdirektorat Kantor Pusat DJP yang menangani Pengawasan Internal (Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi SDA) .

Reformasi perpajakan di segala lini yang telah disusun oleh DJP akan sia-sia jika tanpa dukungan dari pihak eksternal maupun dari pihak internal. Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam melangsungkan modernisasi pajak adalah dengan menyeimbangkan reward dan punishment serta menegakkan ketertiban etika, moral, dan integritas petugas pajak. DJP-pun telah menyusun sebuah Kode Etik Pegawai DJP yang diatur dalam Permenkeu No 1/PMK.3/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang 9 kewajiban pegawai dan 8 larangan pegawai baik kepada masyarakat WP, sesama pegawai, atau pihak lain dengan sanksi setinggi-tingginya pemberhentian dengan tidak hormat dan serendah-rendahnya pernyataan tidak puas secara tertulis.

Modernisasi perpajakan ini bukanlah milik Direktorat Jenderal Pajak , juga milik masyarakat yakni Wajib Pajak. Dengan demikian slogan ”Pajak, Bersama Anda Membangun Bangsa” atau ”Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya” harus kita dukung sepenuhnya agar hasil yang dicapai dapat menjadi milik bersama..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar